Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto menyatakan bahwa masyarakat adat juga berhak mendapatkan manfaat dari kegiatan perdagangan karbon, yang merupakan bagian dari upaya pengendalian emisi gas rumah kaca.

"Masyarakat adat, tentunya yang telah memiliki izin hutan adat, ini tentu juga mempunyai hak untuk mendapatkan benefit (manfaat) dalam pengurangan emisi gas rumah kaca," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

KLHK telah menetapkan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023 tanggal 22 September 2023.

Peta jalan itu mencakup kriteria umum terkait disagregasi baseline emisi dan target pengurangan emisi serta kriteria khusus terkait rencana implementasi, sasaran, dan strategi pencapaian target.

Agus mengatakan bahwa masyarakat adat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk memperoleh manfaat dari perdagangan karbon.

Kriteria pelaksana perdagangan karbon sektor kehutanan menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan meliputi pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan, hak pengelolaan, dan pemilik hutan hak milik yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari, sertifikat legalitas hasil hutan, atau deklarasi hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perdagangan karbon menurut ketentuan juga bisa dilaksanakan oleh pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial yang paling rendah memperoleh klasifikasi silver dalam penyelenggaraan perhutanan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau masyarakat hukum adat pemegang persetujuan pengelolaan perhutanan sosial.

Menurut peraturan, masyarakat pemilik hutan hak yang melakukan usaha dan/atau kegiatan Offset Emisi Gas Rumah Kaca harus mendapat pendampingan atau mitra yang memiliki pengalaman atau keahlian terkait pengukuran karbon, perencanaan, dan pelaksanaan proyek atau mengakses pasar karbon.

"Hutan adat masih dalam perhutanan sosial, jadi sepanjang mereka melakukan aksi mitigasi dan bisa dihitung, maka berhak mendapatkan manfaat dari perdagangan karbon. Bahkan dari result base payment atau pembayaran berbasis kinerja pun ada masyarakat adat yang sudah mendapatkan, yaitu di Provinsi Kalimantan Timur dan Jambi," Agus memaparkan.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan bahwa masyarakat adat tidak hanya dapat mendapatkan manfaat ekonomi dari perdagangan karbon, tetapi juga manfaat ekologis dan sosial dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca.

Ia menjelaskan, mitigasi perubahan iklim meliputi aksi-aksi untuk menjaga keberlanjutan fungsi-fungsi lingkungan hidup yang akan mendatangkan manfaat ekologi bagi masyarakat adat, seperti kondisi iklim mikro dan tata air yang lebih baik dan peningkatan kualitas hutan.

"Upaya pengendalian perubahan iklim termasuk aksi-aksi mitigasi dan adaptasi ini tidak semata-mata dilihat dari manfaat ekonomi, bahkan benefit paling besar yang akan mereka rasakan adalah manfaat meningkatkan ketahanan terhadap berbagai macam dampak perubahan iklim yang relatif negatif bagi keberlanjutan hidup dan penghidupan," demikian Laksmi Dhewanthi.

Baca juga:
BRIN kaji metode penentuan harga karbon dalam perdagangan emisi
OJK: Nilai perdagangan karbon mencapai Rp29,21 miliar di Bursa Karbon

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2023