Kebijakan kenaikan BI rate dan Fasbi rate yang ditetapkan oleh BI ditanggapi positif oleh pasar dan tentu saja ini ke depannya akan mendorong arus modal asing masuk tidak hanya PMA tapi juga arus modal asing masuk dalam portfolio."
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia meyakini nilai tukar rupiah akan menguat setelah pemerintah secara resmi mengeluarkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Jumat (21/6) lalu.

"Dengan adanya kenaikan BBM jelas itu meyakinkan kita bahwa nilai tukar itu akan cenderung menguat dalam triwulan III dan IV ke depan," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo saat ditemui usai raker dengan Komisi XI DPR RI, Senin.

Perry menjelaskan, dengan sudah adanya kebijakan kenaikan harga BBM dan kebijakan lanjutan yang akan ditempuh pemerintah dan BI menimbulkan persepsi positif yang terjadi di pasar keuangan.

"Kebijakan kenaikan BI rate dan Fasbi rate yang ditetapkan oleh BI ditanggapi positif oleh pasar dan tentu saja ini ke depannya akan mendorong arus modal asing masuk tidak hanya PMA tapi juga arus modal asing masuk dalam portfolio," ujar Perry.

Selain itu, lanjutnya, kejelasan rencana tappering-off (penurunan) oleh bank sentral Amerika The Fed juga akan mengurangi tekanan-tekanan penarikan modal asing atau capital reversal dan hal itu juga sebagai salah satu faktor yang membuat neraca modal surplusnya akan lebih besar.

"Sehingga kenapa kita meyakini secara keseluruhan neraca pembayaran kita yaitu besarnya surplus neraca modal akan mampu mengimbangi defisit transaksi berjalan yang memang trennya menurun. Itu salah satu alasan dan faktor utama pergerakan rupiah ke depan itu akan menguat," tutur Perry.

Menurut Perry, dalam jangka pendek di triwulan III dan IV memang akan ada perbaikan neraca pembayaran di dua sisi. Satu di sisi defisit neraca transaksi berjalan yang menurun kemudian di sisi lainnya yakni surplus neraca modal yang membesar.

"Defisit transaksi berjalan menurun karena memang impor migasnya akan lebih rendah. Kalau impor migas rendah defisit transaksi berjalan juga akan rendah dalam jangka pendek," ujarnya.

Namun untuk 2014, penurunan defisit neraca transaksi berjalan terjadi dari dua sisi yakni impor migas yang lebih terkendali dan ekspor non migas yang akan lebih membaik karena pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan akan lebih baik serta perdagangan dan harga komoditas yang juga turut membaik, kata Perry.  (C005)

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013