Jakarta (ANTARA) -
Staf Khusus Menteri Agama RI (Stafsus Menag), Wibowo Prasetyo menilai peran para jurnalis sangat efektif dalam membangun kerukunan umat beragama di Indonesia.

Dalam keterangan yang disiarkan di Jakarta, Minggu, Wibowo Prasetyo mengatakan lewat pemahaman yang komprehensif akan pentingnya kerukunan, jurnalis tidak mudah dalam memublikasikan informasi yang berpotensi memecah persatuan bangsa.

“Di tengah berbagai keberagaman yang dimiliki bangsa ini, potensi ketegangan yang dipicu isu agama atau lainnya kapan saja bisa muncul. Akan selalu ada pihak-pihak yang memanfaatkan atau mempertentangkan. Namun, pers sangat efektif dalam membantu menenteramkan situasi melalui narasi-narasi yang menyejukkan,” ujar Wibowo saat berdiskusi dengan kalangan jurnalis di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Sabtu (11/11) malam.

Baca juga: Stafsus Menag: Ponpes hanya untuk belajar bukan kampanye

Menurut Wibowo, tantangan jurnalis dalam menjaga kerukunan bangsa semakin besar di saat Indonesia memasuki tahun politik seperti saat ini. Sebab, untuk memuluskan kepentingan politik praktisnya, kerap ada aktor-aktor politik yang menggunakan isu agama demi meningkatkan sisi elektoral dan lain sebagainya.

Hal ini patut diwaspadai, karena penggunaan isu agama sangatlah rawan memecah persatuan umat maupun bangsa. Di sinilah pers harus memiliki tanggung jawab dalam menjaga Indonesia agar tetap bisa kondusif.

“Pers juga efektif dalam membantu literasi anak-anak muda terutama generasi Z yang cenderung lemah dalam hal kurasi atas informasi, termasuk soal agama. Anak-anak muda ini perlu diarahkan, karena mereka yang akan memimpin Indonesia 15 hingga 30 tahun mendatang. Para jurnalis juga harus membantu dalam upaya peningkatan literasi keagamaan anak muda agar tidak jadi bom waktu,” kata Wibowo.

Mantan jurnalis di berbagai media nasional dan regional ini menegaskan penguatan moderasi beragama penting untuk dilakukan agar Indonesia terus kokoh di tengah kebinekaan yang ada di dalamnya.

Ia menjelaskan ada empat pilar atau indikator dalam praktik moderasi beragama, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.

“Ada yang bertanya, kenapa agama harus dimoderasi. Bukan begitu, yang kita moderasi bukan agamanya, namun cara pandang, sikap dan perilaku kita dalam beragama agar kita saling menghormati keyakinan dan agama sesama umat beragama,” ujar aktivis muda NU tersebut.

Baca juga: Kemenag: Indeks kerukunan umat beragama di Kepri tahun 2023 tinggi

Baca juga: Kampung moderasi beragama wujudkan kebersamaan


Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Kementerian Agama Susari secara khusus menyoroti praktik moderasi beragama di Kabupaten Wonosobo yang telah berjalan dengan baik.

Susari berharap terbinanya kerukunan ini tak lepas dari peran banyak pihak, termasuk kalangan pers. Untuk itu, dia mengajak para jurnalis Wonosobo semakin menguatkan pemahamannya akan moderasi beragama agar jika ada pihak tertentu berupaya memecah belah persatuan bangsa bisa lebih dini dicegah.

“Penguatan moderasi beragama ini penting dalam memperkokoh persatuan di tengah perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Saya melihat kemajemukan di Wonosobo sudah terbina dengan bagus. Misalnya, saya tadi ketemu penjaga Kelenteng Hok Hoo Bio yang ternyata Muslim. Di sini sudah biasa dan tak perlu dipertentangkan,” ucapnya

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023