Jakarta (ANTARA) -
Kuasa hukum mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua Gerius One Yoman, Jean Janner Gultom, menilai peradilan perkara dugaan korupsi yang melibatkan kliennya seharusnya berlangsung di Jayapura, Papua.

"Kalau kami mengikuti pembacaan dakwaan JPU (jaksa penuntut umum) tadi, seluruh locus delicti-nya (tempat terjadinya peristiwa pidana) ini ada di Jayapura. Maka, sesuai dengan Pasal 84, seharusnya perkara ini diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jayapura," kata Jean dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jakarta, Senin.

Perkara dugaan korupsi itu juga melibatkan mantan gubernur Papua Lukas Enembe serta terdakwa lainnya bernama Rijatono Lakka yang diduga sebagai pemberi suap.

Baca juga: Gerius One Yoman diduga terima suap dan gratifikasi Rp2,5 miliar

Oleh karena kedua terdakwa lainnya telah diadili lebih dulu, kuasa hukum Gerius One Yoman menyatakan tidak akan mengajukan keberatan kembali.

"Karena perkara terdakwa ini bersama-sama dengan perkara dari terdakwa Rijatono Lakka dan Lukas Enembe, yang sudah lebih dahulu diperiksa, diadili, dan sudah inkrah, serta diadili pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; maka khusus mengenai keberatan soal eksepsi kewenangan relatif, kami serahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia dan kami tidak akan mengajukan itu lagi sehubungan dengan surat keputusan dari Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung," jelas kuasa hukum.

JPU mendakwa Gerius One Yoman menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp2.595.507.228 serta sebuah apartemen di Jakarta Pusat beserta perlengkapan rumah tangga.

Baca juga: KPK tahan eks Kadis PUPR Pemprov Papua terkait kasus suap

Gerius diduga menerima suap dan gratifikasi bersama Lukas Enembe dari Rijatono Lakka atas proyek atau pekerjaan pengadaan barang dan jasa.

Sidang ditunda hingga 20 November di PN Jakarta Pusat dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak JPU.

Gerius didakwa dan diancam pidana Pasal 12 huruf a jo, pasal 11 jo, dan Pasal 12B jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Hakim tolak buka rekening dan kembalikan aset Lukas Enembe

Pewarta: Rina Nur Anggraini
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023