25 persen mahasiswa baru mengalami ansietas, 32 ibu muda mengalami depresi post-partum bahkan 32 persen kasus perceraian disebabkan akibat gangguan jiwa ini.
Jakarta (ANTARA) - Tim peneliti kedokteran komunitas dari Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan bahwa pemanfaatan media sosial dan jejaring informasi dunia maya yang tidak terkontrol mengancam kesehatan jiwa anak muda Indonesia.

Anggota tim peneliti kedokteran komunitas Ray W. Basrowi di Jakarta, Selasa, mengatakan
pemanfaatan media sosial yang tidak terkontrol berimplikasi pada kesehatan jiwa anak muda, umumnya pada rentan pada usia 17-27 tahun ke atas.

Bahkan pada indikator lainnya di banyak penelitian, kalangan dokter menemukan penggunaan media sosial pada gawai pintar juga berimplikasi dalam melambatnya tumbuh kembang kognitif anak usia pertumbuhan 0-1000 hari pertama.

Salah satunya, ia mencontohkan, gangguan kesehatan jiwa akibat pemanfaatan media sosial tak terkontrol dialami oleh seorang putra bangsa berinisial B.

Baca juga: Psikolog: Komunikasi yang baik dengan anak cegah dampak buruk medsos

Baca juga: Komnas Perempuan: Dampak perundungan medsos 10 kali lipat dari offline


B yang berprofesi sebagai konten kreator cukup populer itu, atas keterlibatan yang aktif, didiagnosa oleh dokter mengalami gangguan bipolar atau bipolar suicide conideration.

Gangguan bipolar adalah kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan perubahan ekstrem dalam suasana hati, energi, dan tingkat aktivitas.

Orang dengan gangguan bipolar dapat mengalami episode mania (suasana hati yang sangat tinggi dan penuh energi) dan depresi suasana hati yang sangat rendah dan tidak berenergi.

Ray menyebutkan bahwa akibat penyakit bipolar tersebut yang bersangkutan harus mengkonsumsi obat-obatan seumur hidup, jika tidak akan mempengaruhi konsentrasi atau aktivitas sehari-hari.

"Yang bersangkutan adalah salah satu contoh dari banyak penyintas lainnya. Data dari banyak penelitian di dalam negeri juga menemukan 25 persen mahasiswa baru mengalami ansietas, 32 ibu muda mengalami depresi post-partum bahkan 32 persen kasus perceraian disebabkan akibat gangguan jiwa ini," kata dia.

Peredaran informasi dengan tingkat kredibilitas minim yang masif terkait suatu penyakit juga menimbulkan sikap self-diagnosis juga menjadi indikator penyebab tingginya kasus gangguan jiwa di masyarakat.

Menurut dia, sebanyak 82 persen responden yang terdiri dari akademisi, psikolog, dokter spesialis, praktisi kesehatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, sosio-antropolog, budayawan menyatakan bahwa isu kesehatan jiwa sangat penting.

Oleh sebab itu tim peneliti kedokteran komunitas menilai pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis bersama para ahli kesehatan dan sosio-antropolog untuk mengatasinya jangan sampai pemanfaatan media sosial atau informasi di dunia maya mengganggu semakin banyak kesehatan anak muda.

"Bagaimanapun anak muda adalah aset yang harus dilindungi sebagai modal untuk mencapai Indonesia emas 2045," kata dia.*

Baca juga: Pamer saldo ATM di medsos bisa timbulkan dampak buruk psikologis

Baca juga: Penggunaan medsos memicu perselisihan berujung perceraian di Solok

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023