Jakarta (ANTARA) - Rivalitas yang makin sengit antara kubu Ganjar dengan Prabowo tercerminkan pula dalam dinamika elektabilitas partai pengusung utamanya. Temuan survei Polmatrix Indonesia menunjukkan Partai Gerindra berhasil mengungguli PDIP dengan meraih elektabilitas 17,8 persen.
 
"Gerindra unggul dan berpeluang memenangkan pemilu, sementara PDIP diprediksi gagal mencetak hattrick," ungkap Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto melalui rilis persnya di Jakarta, Rabu.

Tren menguatnya Partai Gerindra tercatat sejak bulan Maret, seiring dengan jebloknya elektabilitas PDIP. Meskipun sempat naik dan mengalami rebound, tetapi akhirnya PDIP tersalip oleh Partai Gerindra dengan selisih tipis, yakni elektabilitasnya sebesar 17,4 persen.
​​​​​
Bila elektabilitas Partai Gerindra terus meningkat, terkerek oleh melejitnya dukungan publik terhadap pasangan Prabowo-Gibran, bukan tidak mungkin Gerindra bakal menjadi pemenang Pemilu 2024, sekaligus berarti menggagalkan tekad PDIP untuk menang tiga kali berturut-turut.
 
Menurut Dendik, kenaikan pesat sebelumnya diraih Partai Gerindra yaitu pada Pemilu 2014, ketika Prabowo pertama kali berhadapan dengan Jokowi pada Pilpres.
 
"Dari hanya kisaran empat persen atau papan bawah, Gerindra merangsek ke peringkat ketiga dengan suara lebih dari 10 persen," ujarnya.
 
Pada pemilu berikutnya Partai Gerindra berhasil menggeser Partai Golkar yang kerap menempati posisi runner-up, bahkan pernah menang pada Pemilu 2004.
 
"Tren kenaikan suara Gerindra bisa jadi akan tercapai pada Pemilu 2024 dengan mengalahkan dominasi PDIP,” ujar Dendik.
 
Menurut dia, tipologi Partai Gerindra sebagai kendaraan politik tokoh untuk berlaga pada Pilpres mirip dengan apa yang dilakukan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono saat memerintah dua periode dengan dukungan Partai Demokrat.
 
"Peneliti asing Indonesianis menyebut fenomena ini sebagai gejala ‘Filipinisasi’ politik, dengan munculnya partai-partai presidensial dan menggeser partai-partai berbasis aliran ideologi warisan tahun 1955,” Dendik menjelaskan.
 
Demokrat yang telah melewati fase kejayaan dan kegagalan SBY meregenerasi kepemimpinan dengan mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono, kini harus puas bertahan pada peringkat kelima dengan elektabilitas 7,1 persen, di bawah Partai Golkar (8,4 persen) dan PKB (7,8 persen).
 
Berikutnya adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengalami peningkatan elektabilitas mencapai 6,5 persen. Selanjutnya ada PKS (4,2 persen), PAN (2,7 persen), Partai Nasdem (2,3 persen), dan PPP (2,0 persen).
 
“Berada di kisaran ambang batas parlemen, partai-partai tersebut masih memiliki peluang lolos ke Senayan dengan memperhitungkan margin of error survei,” jelas Dendik.
 
Sisanya terancam tidak lolos, yaitu Partai Perindo (1,6 persen), Partai Gelora (1,2 persen), dan PBB (1,0 persen). Lalu ada Partai Ummat (0,5 persen), Partai Hanura (0,2 persen), dan Partai Garuda (0,1 persen), sedangkan PKN dan Partai Buruh nihil dukungan, dan sisanya 19,2 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
 
Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 1-7 November 2023 kepada 2.000 responden mewakili 34 provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling (acak bertingkat) dengan margin of error survei sebesar ±2,2 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

 

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023