Untuk pelaku usaha seperti pedagang asongan, pedagang keliling dan warung tenda yang bongkar pasang, itu ada pengecualian. Mereka tidak dikenakan PP Nomor 46 tahun 2013, namun dikenakan PP tarif umum,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan memberikan pengecualian pengenaan pajak usaha kecil dan menengah (UKM) terhadap para pedagang dengan sarana dan prasarana bongkar pasang, misalnya, warung tenda.

"Untuk pelaku usaha seperti pedagang asongan, pedagang keliling dan warung tenda yang bongkar pasang, itu ada pengecualian. Mereka tidak dikenakan PP Nomor 46 tahun 2013, namun dikenakan PP tarif umum," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Kementerian Keuangan Kismantoro Petrus di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan bahwa subjek pajak yang masuk dalam kategori pengecualian akan dikenakan pajak sesuai yang diatur dalam pasal 17 UU PPh di mana pemerintah berhak menentukan tarif pajak tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final, tarif tersebut tidak melebihi tarif tertinggi PPh orang pribadi (30 persen), dan penentuan tarifnya berdasarkan pertimbangan kesederhanaan, keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak.

Kismantoro mengulas bahwa terhitung pada tanggal 1 Juli 2013, Ditjen Pajak akan memberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dan Usaha Yang Diterima dan Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto (omzet) Tertentu (dikenal dengan pajak bagi UKM).

Yang termasuk objek pajak dalam peraturan tersebut yakni para pelaku usaha dengan penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak dengan peredaran omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun, peredaran omzet merupakan peredaran omzet dari usaha termasuk dari usaha cabang, serta tidak termasuk penghasilan dari usaha adalah penghasilan dan pekerjaan bebas.

Sedangkan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi dan badan (tidak termasuk bentuk usaha tetap).

"Subjek pajak yakni yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak," ujar Kismantoro.

Tarif pajak yang dikenakan melalui PP Nomor 46 Tahun 2013 yakni sebesar satu persen dari jumlah peredaran omzet setiap bulan dari setiap tempat usaha.

"Jika pada saat implementasi per 1 Juli 2013, masih ada subjek pajak yang belum membayar, maka dia menjadi terutang. Sedangkan jika pada tahun berjalan omzetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar, maka akan dikenakan PPh final hingga akhir tahun pajak dan tahun berikutnya dikenakan ketentuan umum," tutur Kismantoro.

Terkait usaha-usaha yang mendapatkan pengecualian, Kismantoro menekankan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan lebih lanjut untuk mengantisipasi adanya pengusaha kaya raya yang memiliki usaha bongkar pasang.

"Kalau bongkar pasang tapi ternyata kaya raya dengan omzet sesuai dalam peraturan, itu kita kenakan PP ini," kata dia.
(R028/C004)

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013