Partisipasi Muhammadiyah dalam forum global ini sebagai komitmen untuk menyuarakan perspektif Islam, berbagi pengalaman, dan belajar dari pihak lain, serta mendorong gerakan iklim yang lebih inklusif dan efektif
Yogyakarta (ANTARA) - Muhammadiyah bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menginisiasi Forum Global untuk Gerakan Iklim atau Global Forum for Climate Movement dengan mengangkat tema "Promoting Green Culture, Innovation and Cooperation" di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada 17-18 November 2023.

"Acara ini bertujuan mengeksplorasi dan berbagi nilai-nilai Islam sebagai sumber inspirasi untuk menumbuhkan apresiasi mendalam terhadap alam dan komitmen terhadap praktik berkelanjutan dalam komunitas global," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti saat pembukaan forum di Yogyakarta, Jumat.

Menurutnya, ada 13 negara yang terlibat sebagai pembicara forum. Mereka memiliki kapasitas sebagai akademisi, praktisi, sekaligus pembuat kebijakan. 13 negara itu adalah Malaysia, Filipina, Singapura, Belanda, Kenya, Papua Nugini, Inggris, Australia, Maroko, Norwegia, Jepang, Amerika Serikat, dan Vatikan.

"Partisipasi Muhammadiyah dalam forum global ini sebagai komitmen untuk menyuarakan perspektif Islam, berbagi pengalaman, dan belajar dari pihak lain, serta mendorong gerakan iklim yang lebih inklusif dan efektif," katanya.

Sementara itu Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir usai pembukaan mengatakan PP Muhammadiyah bersama Kemenlu bersepakat bukan hanya menyelenggarakan seminar dan pertemuan forum global, tapi juga akan melakukan gerakan penyelamatan iklim.

Baca juga: Muhammadiyah-Kemlu gandeng 13 negara atasi perubahan iklim

"Kenapa Muhammadiyah dan Kemenlu mengambil fokus pada masalah perubahan iklim, karena iklim itu sudah merupakan problem global yang masif, bahkan oleh Sekjen PBB disebut sebagai problem peradaban," katanya.

Bahkan kondisinya, kata dia, sudah apa yang disebut dengan alarm merah bagi kehidupan umat manusia saat ini. Problem besar itu bahkan disebut jauh lebih dahsyat ketimbang ancaman bom nuklir, namun ancaman itu tidak secara tiba tiba.

"Kita merasakan banjir di mana mana, kemudian suhu temperatur tinggi, berbagai bencana terjadi dan lain lain. Kondisi ini bahkan disebut sebagai ekosistem yang sekarat, perlu penyelamatan yang radikal, dimana semua bangsa dan negara tidak cukup dengan pertemuan pertemuan global saja, sehingga perlu gerakan bersama," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, Muhammadiyah bersama Kemenlu sepakat menyusun langkah kongkrit yang bukan hanya praktis tapi bersifat strategis, misalkan melakukan gerak imperatif pada kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kekuatan bisnis dan korporasi yang mengeksplorasi sumber daya alam.

"Tetapi kalau kita tidak kasih warning kebijakan, kebijakan ekonomi investasi itu akan terus dilakukan tanpa mempertimbangkan apa yang disebut dengan keberlangsungan," katanya.

Baca juga: Muhammadiyah ajak masyarakat jadi bagian atasi perubahan iklim
Baca juga: KLHK gandeng Muhammadiyah dalam rawat lingkungan hidup

Pewarta: Hery Sidik
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023