Jakarta (ANTARA) - Sunda Kelapa, Batavia, Jayakarta, Jakarta. Apapun sebutan dari satu wilayah di Pulau Jawa ini, di era apapun, rasanya selalu identik dengan pusat kegiatan. Dari dahulu hingga sekarang, mulai dari bukan ibu kota, menjadi ibu kota, hingga menuju kota bisnis.

Dekade, bahkan ratusan tahun kiprah Jakarta sebagai kota tak lantas hilang,  setelah Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dikeluarkan. Justru Kota Jakarta diberikan target yang lebih ambisius setelah digeser dari tahtanya, menjadi sekaliber kota global.

Unit pengelola Jakarta Smart City mencatat, ada sejumlah hal yang perlu dipenuhi apabila Jakarta mau mencapai target setinggi itu.

Pertama, membangun sektor ekonomi yang mapan dan terkoneksi secara global. Salah satu indikator yang harus dipenuhi oleh Jakarta sebagai kota global adalah adanya perusahaan Jakarta dalam daftar 500 perusahaan top dunia.

Kedua, penciptaan tenaga-tenaga yang terampil dalam bidang jasa, serta perkembangan riset dan inovasi. Jakarta perlu memiliki karakteristik tersendiri dalam bidang teknologi informasinya.

Ketiga, kenyamanan Jakarta untuk dihuni.

Keempat, selain sebagai pusat ekonomi, Jakarta harus berperan sebagai pusat tujuan wisata, layaknya Singapura atau London.

Kelima, Jakarta memiliki lingkungan yang bersih dan berkelanjutan. Untuk yang terakhir, adalah konektivitas transportasi Jakarta, baik secara intra maupun interkota.

Dari sekian hal yang harus dipenuhi, kenyamanan Jakarta untuk dihuni serta keberlangsungan lingkungan menjadi hal yang vital agar publik semakin betah tinggal di Jakarta, agar poin-poin yang lain bisa turut terkejar.
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di Jalan Sudirman, Jakarta, Senin (20/10/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Keseimbangan Jakarta

Selalu dibisikkan dan diramalkan dari dahulu hingga sekarang bahwa Jakarta akan tenggelam karena permukaan tanah yang menyusut.

Tentu hal tersebut tidak ideal apabila Jakarta masih mau berproses menuju kota global. Ada berbagai faktor yang berkontribusi dalam membuat prediksi itu semakin nyata, yaitu pembangunan fisik yang terus-menerus, perubahan iklim yang menyebabkan naiknya permukaan laut, serta penurunan tanah.

Banjir jadi sebuah keniscayaan. Bukan rahasia lagi bahwa Jakarta adalah pelanggan banjir yang paling setia setiap musim hujan. Saking setianya, ada catatan tersendiri yang dibuat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tentang banjir-banjir besar yang pernah melanda Jakarta, mulai dari tahun 1918 hingga era kini. Setiap Februari, dalam sejumlah kesempatan, tak pernah alpa banjir menyapu ibu kota.

Selain catatan dari BMKG itu, ada juga Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) yang memublikasikan kalender banjir rob yang ikut merendam Jakarta. Awalnya, kalender itu digunakan untuk navigasi di laut, namun seiring perkembangannya, kalender itu pun digunakan sebagai basis untuk mitigasi bencana banjir.

Akan tetapi, mengetahui saja tidak cukup. DKI Jakarta mulai mengambil langkah-langkah untuk mengantisipasi kedatangan banjir itu. Misalnya, gerakan gotong royong massal di seluruh kota guna membersihkan saluran air. Gerakan itu melibatkan 2.000 orang, dan ratusan alat berat juga dikerahkan.

Tak luput, ada juga revitalisasi berbagai waduk dan embung, guna mencegah meluapnya air.

Selain perihal banjir, Jakarta juga diliputi polusi yang tebal akibat kendaraan bermotor, industri, dan kemarau berkepanjangan. Isu ini berujung pada penurunan kualitas kesehatan karena infeksi saluran pernapasan, seperti yang dicatat oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

Pada Agustus, Dinkes DKI Jakarta menyebutkan bahwa polusi memperparah risiko penyakit kronis ataupun penyakit tidak menular, seperti radang paru, asma, hipertensi, serta penyakit jantung.

Berkat kerja sama dan upaya berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, kini ada penurunan dalam tingkat polusi. Sejumlah usaha yang digencarkan, antara lain tilang uji emisi, urban farming, memperbanyak bus listrik, dan menyemprotkan water mist ke udara.

Tak hanya itu, dalam pembangunan hunian pun, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan DKI Jakarta. Di dalamnya, dipaparkan berbagai peraturan tentang membuat rumah yang terintegrasi dengan upaya peningkatan kualitas lingkungan.

Jadi, selain berfungsi sebagai peraturan untuk menciptakan hunian yang layak, ketentuan-ketentuan itu sekaligus dapat menanggulangi masalah lingkungan di Jakarta, seperti polusi.

Aturan-aturan tersebut, antara lain penyediaan kolam retensi, biopori atau sumur resapan, penerapan prinsip-prinsip, seperti zero run off (nol limpasan), zero delta Q, menerapkan daur ulang sampah, dan pelarangan penggunaan air tanah apabila sudah mendapat jaringan air bersih.
Pengunjung menikmati suasana di Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (11/10/2023). ANTARA FOTO/Agatha Olivia Victoria/sgd/hp.

Fasilitasi manusia metropolis

Isu lingkungan bukanlah satu-satunya fokus pembangunan yang harus dikejar. Ada upaya peningkatan kualitas manusia yang menjadi tuntutan dalam membangun kota global.

Sebagai kota yang menjadi sebuah kuali peleburan (melting pot) bagi kultur dari kota-kota sejenisnya, diperlukan sebuah wahana bagi para penghuni ataupun orang yang beraktivitas di Jakarta untuk berekspresi, berinteraksi, dan berkegiatan.

Dinas Cipta Karya, Tata Ruang Dan Pertanahan DKI Jakarta mencatat ada beberapa hal yang perlu dimiliki ruang publik, yaitu keberlangsungannya, aksesibel, inklusif, dan aman, guna memastikan kelancaran masyarakat dalam melakukan interaksi sosial, melakukan kegiatan budaya dan rekreasi.

Ruang publik sendiri ada yang tercipta secara organik atau dengan sendirinya, seperti yang terjadi pada fenomena Citayam Fashion Week di Dukuh Atas yang viral pada 2022. Tempat yang semula untuk nongkrong, kemudian bertransformasi menjadi ruang untuk menunjukkan eksistensi.

Pemda DKI melakukan sejumlah upaya untuk mewujudkan berbagai ruang publik, baik yang berwujud ruang terbuka hijau, maupun dalam bentuk lain, seperti plaza, gelanggang olahraga, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga turut mendorong kontribusi para pengembang atau swasta dalam menyediakan ruang publik dengan cara memberikan berbagai insentif.

Selain ruang berekspresi, kesehatan pun menjadi sebuah bagian vital dalam memfasilitasi warga Jakarta. Dengan memanfaatkan teknologi, ibu kota kini menyediakan pelayanan kesehatan yang berbasis digital. JakSehat juga menyediakan detail-detail tentang berbagai rumah sakit yang ada, sehingga kini memilih fasilitas kesehatan yang baru semudah window shopping di lokapasar.

Selain itu, kesehatan mental juga semakin diperhatikan dan diperbincangkan lebih intens bagi publik guna mengurangi stigma tentang masalah kesehatan mental. Seperti yang dilakukan oleh Dinkes DKI dalam programnya Sehat Jiwa, yang ditayangkan tiap Kamis di kanal YouTube.

Meski persiapan infrastruktur, sarana, dan prasarana sudah sedemikian rupa, tetapi yang tak kalah penting adalah membangun kebiasaan masyarakat agar berperilaku layaknya manusia di kota global. Salah satunya, seperti dalam hal memperhatikan produksi sampah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta mengatakan bahwa setiap hari, Jakarta memproduksi lebih dari 8.400 ton sampah per hari, yang 49,87 persennya adalah sampah mudah terurai. Dari persentase itu, 80 hingga 90 persennya adalah sampah makanan atau food waste.

Publik pun perlu lebih bijak dalam memproduksi sampah, karena dengan produksi yang menyentuh angka sekian, kapasitas pengolahan sampah tidak akan mampu mengimbangi.

Ambisi untuk menjadikan Jakarta menjadi kota global perlu dilakukan secara holistik dan memerlukan peran serta semua kalangan, termasuk masyarakat di daerah megapolitan.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023