Masih banyak kelompok rentan, termasuk perempuan dan pekerja sektor informal yang tidak dapat mendapatkan akses pekerjaan, kesehatan dan jaminan sosial,"
Jakarta (ANTARA News) - Studi terbaru Bank Pembangunan Asia (ADB) menyebutkan bahwa bantuan perlindungan sosial di kawasan Asia Pasifik kurang efektif dan gagal untuk melindungi masyarakat kurang mampu dan miskin, dari resiko pengangguran, kesehatan dan bencana alam.

"Masih banyak kelompok rentan, termasuk perempuan dan pekerja sektor informal yang tidak dapat mendapatkan akses pekerjaan, kesehatan dan jaminan sosial," ujar Direktur Departemen Pembangunan Regional dan Berkelanjutan ADB, Bart Edes, dalam rilis tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Bart memaparkan hasil studi terbaru ADB tentang Indeks Perlindungan Sosial: Hasil Kawasan Asia dan Pasifik, yang juga memperlihatkan masih banyak orang yang tidak cukup miskin untuk memenuhi persyaratan sebagai penerima bantuan uang tunai.

"Program perlindungan sosial pemerintah perlu diperluas untuk melindungi masyarakat yang rentan ini, yang beresiko dan berpotensi menjadi miskin, serta rentan terhadap masalah kesehatan dan llingkungan," katanya.

Studi yang mengambil sampel 35 negara Asia Pasifik ini menganalisis program pemerintah terkait bantuan sosial, jaminan sosial dan dukungan terhadap pasar tenaga kerja.

Laporan dari studi tersebut memperlihatkan beberapa negara seperti Jepang, Republik Korea, Mongolia dan Uzbekistan telah mengalokasikan anggaran delapan persen dari PDB untuk program perlindungan sosial.

Namun, negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia, Armenia, Fiji, India, Pakistan, Filipina dan Samoa, tetap berada memberikan alokasi dibawah tiga persen terhadap PDB.

Laporan juga mencatat bahwa program jaminan sosial dominan dalam pemberian bantuan sosial, dengan manfaat yang tidak proposional diterima oleh para pria dan kelompok mampu.

"Kelompok miskin dan kurang mampu, terutama yang bekerja di sektor informal tidak mendapatkan akses tersebut dan justru bukan penerima bantuan sosial di banyak negara, karena mereka terfragmentasi," ujar Bart.

Berdasarkan laporan tersebut, program bantuan sosial tersebut juga relatif jarang dialokasikan untuk kebijakan pengembangan keterampilan dengan tujuan melahirkan tenaga kerja baru.

Program tersebut seharusnya dapat lebih bermanfaat untuk keterampilan tenaga kerja, karena jumlah pengangguran cenderung meningkat, ada ketimpangan keterampilan yang kritis dan terbatasnya perempuan yang bekerja di sektor formal.

"Pemerintah harus memberikan perhatian atas skema untuk menjamin pekerjaan dalam upaya membangun kembali infrastruktur dasar, pengembangan skill dan pelatihan serta pendidikan teknis dan kejuruan," kata Bert.

Selain itu, juga harus diupayakan program pelindungan sosial yang berfungsi sebagai preventif untuk skema asuransi mikro yang bertujuan meredam dampak pola cuaca dan bencana alam.

Untuk memperluas jangkauan perlindungan sosial, sangat dibutuhkan adanya mobilisasi pendapatan tambahan yang dijamin dengan perluasan basis pajak dan perbaikan manajemen penyerapan belanja.

Pemerintah juga perlu untuk mendorong peran swasta untuk berkontribusi lebih banyak untuk program perlindungan dan jaminan sosial di keseluruhan kawasan Asia Pasifik.

"Setelah mengalami pertumbuhan tinggi, kawasan Asia Pasifik berada dalam posisi baik untuk berinvestasi dalam sistem perlindungan sosial, yang lebih memadai dan selaras dengan kebutuhan masyarakat," kata Bert. (S034/B012)

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013