Rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU yang memuat power wheeling merupakan upaya untuk menghabisi peran negara dan memelihara kepentingan oligarki.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Energi dari Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean meminta pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang antara lain berisi klausul power wheeling karena berisiko mengerdilkan peran negara pada pengelolaan sistem kelistrikan nasional.

“Rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU yang memuat power wheeling merupakan upaya untuk menghabisi peran negara dan memelihara kepentingan oligarki,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, RUU tersebut memberikan akses listrik milik negara berupa jaringan, transmisi, dan distribusi kepada swasta langsung ke pelanggan.
"Sudah jelas, swasta bisa menjual listrik ke pelanggan dengan menggunakan infrastruktur negara," katanya.

Baca juga: Anggota DPR: Power wheeling akibatkan sulit kendalikan tarif listrik

Selain itu, tambahnya, dalam undang-undang itu juga akan dibentuk badan usaha ketenagalistrikan yang akan mengatur penggunaan jaringan oleh swasta tersebut. "Ini kan mengkuatirkan. Saat ini, kebutuhan energi negara sudah dipenuhi BUMN," katanya.

Ferdinand menilai, ada segelintir orang yang ingin menguasai energi di Tanah Air dengan merebut sistem ketenagalistrikan dengan bersembunyi di belakang dalih energi baru dan energi terbarukan, padahal tujuannya menguasai sistem kelistrikan.

Hal tersebut, lanjutnya, penting menjadi catatan untuk pemerintah dan DPR agar segera menghentikan pembahasan RUU EBET tersebut.

"Negara maju seperti China saja masih membangun PLTU karena murah. Kenapa Indonesia harus menjadi pelopor energi terbarukan yang sama-sama kita ketahui masih mahal sekali investasinya serta masih minim investor," katanya.

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023