Strateginya tidak bisa dengan cara-cara biasa, tapi harus dengan inovasi, dan menurut kami inovasi itu harus dengan melakukan transformasi ekonomi.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Wahyu Utomo menyampaikan bahwa saat ini diperlukan  inovasi berupa akselerasi transformasi ekonomi sebagai strategi dalam menghadapi tantangan ekonomi di Indonesia.

“Strateginya tidak bisa dengan cara-cara biasa, tapi harus dengan inovasi, dan menurut kami inovasi itu harus dengan melakukan transformasi ekonomi,” kata Wahyu dalam diskusi publik bertajuk ‘Mencari Presiden RI 2024-2029 Yang Sayang Anak’ di Jakarta, Kamis.

Menurut Wahyu, tantangan perekonomian bagi Indonesia saat ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni tantangan fundamental dan dinamis.

Baca juga: Kemenkeu: Kebijakan fiskal diarahkan untuk atasi 3 tantangan utama

Tantangan perekonomian fundamental yang dimaksud mencakup transisi demografi atau aging population, kemudian ancaman perubahan iklim, risiko pandemi di masa depan, dan digitalisasi akibat kecerdasan buatan (AI).

“Tantangan digitalisasi ekonomi di satu sisi memang jadi ancaman, tapi kalau kita membuat strategi yang compatible dengan kemajuan IT, maka itu akan menjadi window opportunity,” ujar Wahyu.

Jenis tantangan perekonomian kedua yang dimaksud Wahyu yakni tantangan dinamis yang sebenarnya merupakan risiko ekonomi global yang eskalatif.

Beberapa fenomena yang dianggap sebagai tantangan dinamis yakni tekanan inflasi masih tinggi di berbagai negara, tingkat suku bunga yang akan terus tinggi (higher for longer), dan meningkatnya tensi geopolitik di Eropa dan Timur Tengah.

"Kemudian terganggunya rantai pasok global, perlambatan ekonomi China serta adanya prospek perlambatan global," jelasnya.

Baca juga: Ekonom: Transformasi struktural kunci ekonomi tumbuh di atas 5 persen

Tantangan-tantangan tersebut akan berdampak terhadap yang pertama, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri. Kedua, volatilitas sektor keuangan Indonesia, dan ketiga, volatilitas harga komoditas pangan dan energi yang akhir-akhir ini melonjak.

 Wahyu menjelaskan beberapa reformasi kebijakan yang telah dilakukan pemerintah pascapandemi COVID-19 sebagai modal awal transformasi ekonomi.

Pertama, penerapan Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui peluncuran Online Single Submission (OSS) di 2021 untuk mempercepat proses perizinan dan mempercepat Proyek Strategis Nasional (PSN).

Kedua, reformasi fiskal melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Baca juga: Airlangga: Reformasi struktural jadi kunci transformasi ekonomi

Pada kesempatan lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai reformasi struktural menjadi kunci dalam mewujudkan transformasi ekonomi yang berkelanjutan.

Hal itu mempertimbangkan posisi Indonesia yang saat ini tengah berada di momen krusial untuk mempersiapkan berbagai prasyarat mewujudkan Indonesia Emas 2045. Pelaksanaan transformasi ekonomi dan optimalisasi potensi yang dimiliki menjadi landasan dalam mencapai visi tersebut.

Menurutnya, melalui Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang saat ini sedang disiapkan penyusunan undang-undangnya, pemerintah telah menyusun rancangan tahapan transformasi ekonomi.

Masing-masing tahapan tersebut memiliki target capaian pertumbuhan ekonomi, target peran industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), serta target proporsi jumlah kelas menengah.

Selain memperkuat transformasi ekonomi, strategi kebijakan juga diimplementasikan guna mendorong optimalisasi berbagai potensi, yang salah satunya menyasar aspek sumber daya manusia (SDM).

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023