Surabaya (ANTARA News) - Kopi instan dalam bentuk sirup?

"Kopi instan dalam bentuk sirup sebenarnya sudah ada di daerah Bedono Ambarawa sejak tahun 1980, yakni Sirup Kopi Eva," ujar mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala (WM) Surabaya, Putri.

Tapi, sirup kopi saat itu hanya diketahui beberapa kalangan, terutama masyarakat Jawa Tengah.

Saat ini, kopi sudah menjadi gaya hidup masyarakat urban, sehingga perkembangan usaha di bidang kopi pun tumbuh secara signifikan, mulai dari penjualan biji kopi, produksi kopi instan, hingga mewabahnya gerai kopi.

"Kami melihat peluang usaha dalam bisnis ini, jadi ya, kenapa nggak dicoba," ucapnya.

Hal itulah yang mendorong Putri bersama tiga rekannya, yakni Hana, Dewi, dan Virginia, merancang cara baru untuk menikmati kopi yaitu kopi dengan merk "Sirupe Capulus".

Meskipun kopi instan itu berbentuk sirup, tapi "Sirupe Capulus" itu masih mengandung kafein dengan kadar 100 mg/cangkir, karena bahan baku utamanya adalah kopi bubuk.

Kafein itu memiliki berbagai manfaat, di antaranya mengurangi rasa kantuk, menstimulasi otak dan sistem syaraf sehingga dapat membantu otak untuk berpikir atau merespons lebih cepat, mencegah gigi berlubang, dan juga dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara.

Tidak tanggung-tanggung, ia mengklaim di Surabaya hanya "Mbok Ngopi Sirupe Capulus" itulah yang merupakan satu-satunya kopi dalam bentuk sirup.

Mereka pun memasarkan `Sirupe Capulus` secara kreatif dengan konsep ala embok-embok penjaja jamu.

Usaha mereka tidak sia-sia, karena kopi sirup yang dipasarkan dengan jargon "Mbok Ngopi`o Rek" itu akhirnya berhasil memperoleh bantuan dana Kopertis VII Jawa Timur untuk Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) 2013.

"Cara penyajiannya sangat mudah, sama seperti membuat sirup pada umumnya. Tinggal tuang, lalu ditambah air dingin atau air panas. Dijadikan es kopi atau kopi panas, terserah selera. Jangan bayangkan rasanya seperti sirup mocca ya, karena sangat berbeda. Ini bener-bener kopi," tuturnya.

Selain itu, kemasan sirupe capulus yang berbahan kaca juga ramah lingkungan, karena botol tersebut dapat digunakan kembali. "Untuk kemasan siap minum, kami memakai cup khusus kopi yang berbahan bukan plastik, jadi bisa terurai," timpal Virginia.

Nugget Okara
Tidak hanya mereka, tim mahasiswa Fakultas Farmasi WM Surabaya juga berhasil memperoleh bantuan dana Kopertis VII Jawa Timur untuk PMW yang dikembangkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di sejumlah universitas itu.

Tim mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Farmasi WM Surabaya melibatkan Novenia, Jamie, Agnes, Marta dan Mickey yang berasal dari daerah dan latar belakang yang berbeda, misalnya Jamie dari Sampit atau Marta dari Banjarmasin.

Para mahasiswa Fakultas Farmasi WM yang dididik untuk menjadi "life-improving pharmacist" itu sama-sama prihatin dengan gaya hidup orang Indonesia yang serba instan dan kurang mementingkan pola makan sehat.

Mereka mencoba menjawab kebutuhan akan makanan instan yang sehat dengan mengembangkan dan memasarkan "Nugget Okara Vegetable Merk Jempolan" atau disingkat Nugget OVJ yang merupakan nugget berbahan ampas kedelai.

"Nugget OVJ itu dibuat dari bahan dasar tepung okara. Okara didapatkan dari hasil pengeringan ampas kedelai. Okara kaya akan serat pangan dan tidak mengandung gluten, sehingga lebih aman dikonsumsi," kata Mickey.

Menurut dia, Okara kaya akan selulosa yang tidak dapat larut dalam air, sehingga membantu kerja saluran pencernaan, terutama untuk menghilangkan konstipasi dan membersihkan residu yang tertinggal di usus.

Selain itu, mereka menambahkan sayur wortel dan brokoli untuk meningkatkan kadar vitamin. Mereka juga berinovasi dengan menambahkan jamur kuping hitam yang terbukti menambah daya tahan tubuh.

"Tepung Okara sebenarnya bisa juga dijadikan bahan cookies, namun kalau cookies susah ditambahkan sayur ke dalamnya, padahal anak-anak sekarang malas makan sayur, jadi kami pikir nugget akan lebih menarik buat mereka," katanya.

Pihaknya menggunakan Laboratorium Analisa Pangan dan Laboratorium Pengolahan Pangan WM untuk menguji kadar protein ampas kedelai dan proses produksi nugget.

"Karena kami berasal dari Jurusan Farmasi yang masih awam soal teknologi pangan, maka kami didampingi Kepala Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) WM, Ir Thomas Indarto," ungkapnya.

Tentu, kreasi mereka kian menaikkan nilai jual Okara yang selama ini rendah, karena Okara dinilai tidak ada gizinya, padahal dengan pengolahan yang tepat, okara bisa menjadi pengganti tepung terigu yang jauh lebih sehat dan murah.

Okara mengandung banyak nutrisi kedelai dan nutrisi itu akan hilang jika okara tidak dimanfaatkan, bahkan kandungan nutrisi kedelai dalam okara itu lebih tinggi dari tahu dan susu kedelai.

"Harganya yang murah dan gizinya yang tinggi membuat Nugget OVJ `made in` kami lebih unggul dibandingkan dengan produk nugget lain, apalagi Nugget OVJ tanpa pengawet dan MSG," tutur Novenia yang menjadi ketua kelompok.

Oleh Edy M. Ya`kub
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013