Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menilai penerbitan sukuk global Indonesia sebesar 2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp31,13 triliun pada awal November 2023 disambut baik di tengah volatilitas pasar.

Pasalnya, penerbitan tersebut mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) sebanyak 2,8 kali serta mampu mendapatkan imbal hasil (yield) yang relatif sangat kompetitif dibanding negara pasar berkembang (emerging) lain.

"Pencapaian ini sangat positif, padahal pasar sedang sangat volatil," ucap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Virtual APBN KITA Edisi November 2023 di Jakarta, Jumat.

Meski begitu, ia menegaskan, penerbitan surat berharga negara (SBN) ke depannya akan tetap dilakukan dengan memperhatikan situasi sehingga tidak terpengaruh dengan suku bunga yang melonjak sangat tinggi, yang terkadang disertai volatilitas nilai tukar rupiah.

Adapun penerbitan SBN dengan jenis sukuk global tersebut meliputi sebesar 1 miliar dolar AS dengan tenor 5 tahun dan imbal hasil tercatat 5,4 persen, serta 1 miliar dolar AS tenor 10 tahun dan imbal hasil 5,4 persen dalam format hijau.

Selain sukuk global, Sri Mulyani mengungkapkan pemerintah juga baru saja menerbitkan SBN dengan jenis Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 024 yang diterbitkan dalam dua tenor pada 9 Oktober - 2 November 2023, yang mendapatkan pemesanan Rp14,5 triliun dari 52.099 investor.

Berdasarkan jumlah investor, generasi milenial mendominasi pemesanan ORI024, baik tenor 3 tahun maupun 6 tahun

"Ini adalah mereka-mereka yang mulai melihat instrumen investasi dan pada saat yang sama bisa membiayai APBN," katanya.

Dengan berbagai penerbitan SBN tersebut, dia menyampaikan realisasi penerbitan SBN neto per Oktober 2023 mencapai Rp185,4 triliun atau menurun 62,9 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) sebesar Rp500,3 triliun.

Selain penerbitan SBN neto, terdapat pula realisasi pinjaman neto sebesar Rp18,2 triliun atau naik 159,7 persen (yoy) dari Rp7 triliun, sehingga total pembiayaan utang yang sudah dilakukan pemerintah hingga bulan lalu mencapai Rp203,6 triliun atau turun 59,9 persen (yoy) dari Rp507,3 triliun.

Adapun realisasi pembiayaan utang tersebut mencapai 29,2 persen dari target APBN yang sebesar Rp696,3 triliun, atau di bawah 30 persen. Pengadaan utang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan tahun 2023 dan antisipasi tantangan 2024.

"Kondisi ini menunjukkan pengelolaan utang masih terus terjaga dengan baik dan hati-hati," ujar Menkeu.

Baca juga: BI menerbitkan instrumen sekuritas dan sukuk valuta asing

Baca juga: OJK terbitkan aturan efek bersifat utang dan sukuk berkelanjutan

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023