Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan penguatan Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan ekspektasi suku bunga acuan AS takkan dinaikkan lagi.

“Semalam, data penjualan rumah baru AS bulan Oktober mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, -5,6 persen. Penurunan kemungkinan karena suku bunga KPR (Kredit Perumahan Rakyat) yang meninggi. Hasil ini memperkuat ekspektasi pasar soal suku bunga The Fed (Federal Reserve) tersebut,” ucap dia ketika dihubungi Antara, Jakarta, Selasa.

Seperti diketahui, data penjualan rumah AS menurun -5,6 persen dibandingkan dengan perkiraan untuk turun -4 persen. Indeks manufacturing Fed Dallas turut menurun ke posisi -19,9 dibandingkan dugaan penurunan sekitar -17.

Indeks dolar AS juga terlihat semakin menurun di kisaran 103,15 dari sebelumnya 103,40.

“Di sisi lain, perekonomian Indonesia yang stabil membantu memberikan sentimen positif ke Rupiah,” ucap Ariston.

Baca juga: Rupiah menguat setelah data penjualan rumah AS di bawah perkiraan

Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong melihat pula sentimen lain dari faktor eksternal, yaitu penantian investor terhadap pidato dari sejumlah pejabat Federal Reserve (The Fed) yang mempengaruhi penguatan Rupiah.

Investor mengantisipasi pidato less hawkish atau dovish dari pejabat-pejabat The Fed menyusul serangkaian data ekonomi AS yang lemah.

Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah meningkat 59 poin atau 0,38 persen menjadi Rp15.436 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.565 per dolar AS.

Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Selasa naik ke posisi Rp15.450 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.527 per dolar AS.

Baca juga: Rupiah pada Selasa pagi menguat jadi Rp15.470 per dolar AS

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023