Dalam konteks ini, komunitas yang memimpin harus bersama-sama dan bermitra, karena kita tidak bisa sendirian untuk mengakhiri zero AIDS di tahun 2030
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyatakan bahwa komunitas berperan penting dalam rangka menangani HIV/AIDS.

"Peran komunitas sangat penting, utamanya untuk mendukung temuan kasus pada kelompok populasi kunci teman-teman HIV/AIDS, dan teman-teman komunitas ini sekarang juga sudah harus naik kelas," kata Imran di Jakarta, Selasa malam.

Ia menjelaskan, yang dimaksud naik kelas yakni komunitas-komunitas HIV/AIDS tidak hanya mampu menemukan populasi kunci yang selama ini terpapar penyakit tersebut, tetapi juga bisa mengajak teman-teman dengan HIV/AIDS untuk mengakses pengobatan di fasilitas kesehatan, menemani, hingga mengingatkan mereka untuk terus mengonsumsi obat secara rutin.

Adapun Hari AIDS sedunia akan diperingati pada 1 Desember yang akan datang, dan tahun ini, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk program-program HIV/AIDS atau UNAIDS mengangkat tema "Let the community lead" atau "Biarkan komunitas yang memimpin."

"Dalam konteks ini, komunitas yang memimpin harus bersama-sama dan bermitra, karena kita tidak bisa sendirian untuk mengakhiri zero AIDS di tahun 2030," kata Imran.

Target tiga zero di tahun 2030 untuk memutus penyebaran HIV/AIDS yakni Zero New HIV infection (nol penyebaran baru) dengan target 95 persen orang dengan HIV mengetahui statusnya, dan Zero AIDS related death (nol kematian) dengan target 95 persen orang dengan HIV (ODHIV) mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV).

Kemudian, Zero discrimination (nol diskriminasi), di mana ODHIV yang sedang mendapatkan ARV virus tersupresi (jumlah virus dalam tubuh rendah).

Ia mengemukakan, hingga saat ini masih ada batasan atau gap besar mulai dari ditemukan kasus HIV sampai dengan pasien mendapatkan pengobatan.

"Inilah pentingnya kolaborasi petugas kesehatan dengan komunitas, jadi sedini mungkin memasukkan mereka ke fasilitas kesehatan agar segera mendapatkan ARV atau ARV tersupresi," katanya.

Berdasarkan data dari Kemenkes, progres capaian program 95-95-95 program HIV/AIDS untuk mencapai 3 zero sampai dengan September 2023, tercatat ada 515.455 estimasi ODHIV, dengan 454.723 ODHIV yang hidup dan mengetahui kasusnya, dan 209.288 ODHIV mengetahui kasus dan sedang mendapatkan pengobatan ARV.

Kemudian, ada 74.563 ODHIV sedang dalam pengobatan ARV yang dites viral load atau VL (untuk mengetahui jumlah virus di dalam darah), dan 69.149 ODHIV sedang dalam pengobatan ARV yang virusnya tersupresi.

Sementara itu, Direktur UNAIDS untuk Indonesia Tina Boonto menyampaikan bahwa masih ada ketimpangan pendanaan pada program pencegahan HIV yang dipimpin komunitas di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

"Sulitnya mengakhiri AIDS ini tak lepas dari anggapan bahwa komunitas termasuk ke dalam masalah yang perlu ditangani, bukan sebagai pemimpin utama dalam menjalankan program," kata Tina.

"Padahal komunitas dan masyarakat sipil memiliki peran vital dari kampanye hingga pengobatan HIV, sampai memastikan hak-hak dasar teman-teman dengan HIV/AIDS, agar kebutuhannya terpenuhi," katanya.

Ia menuturkan, di tahun ini, untuk pertama kalinya mekanisme akuntabilitas Hak Asasi Manusia (HAM) untuk diskriminasi berbasis HIV telah dibentuk oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM berkat advokasi dari komunitas.

"Sekarang, setiap orang yang mengalami diskriminasi berbasis HIV dapat mengajukan pelaporan dan pengaduan kepada Komnas HAM untuk mendapatkan akses ke keadilan dan upaya pemulihan hak," kata Tina.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023