"Kalau terkait saham, Pertamina tidak mau berdebat. Itu tergantung pemerintah,"
Jakarta (ANTARA News) - Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan menyerahkan kepada pemerintah tentang besaran porsi saham Blok Mahakam pascahabis kontrak dengan Total E&P Indonesie pada 2017.

"Kalau terkait saham, Pertamina tidak mau berdebat. Itu tergantung pemerintah," katanya saat menghadiri buka puasa bersama Menteri ESDM Jero Wacik di Jakarta, Jumat.

Namun, lanjutnya, pihaknya tidak keberatan dengan masa transisi lima tahun pasca 2017.

"Selama itu memberikan manfaat pengetahuan bagi Pertamina, itu tidak masalah," ujarnya.

Saat bertemu Jero Wacik di Jakarta, Rabu (10/7), Wakil Presiden Senior Total E&P Asia Pacific, induk Total E&P Indonesie, Jean-Marie Gullermo

menawarkan 30 persen saham Mahakam kepada Pertamina pasca-2017.

Saham itu ditawarkan dalam masa transisi selama lima tahun (2017-2022).

Besaran saham 30 persen berasal dari 15 persen Total selaku operator Mahakam dan 15 persen dari mitranya, Inpex Corporation.

Dengan skenario tersebut, saham Mahakam pasca-2017 terbagi menjadi 35 persen Total dari sebelumnya 50 persen, 35 persen Inpex dari semula 50 persen, dan 30 persen Pertamina.

Selama masa transisi, Total akan mentransfer pengetahuan, pengalaman, dan teknologi, sehingga produksi tidak terganggu.

Setelah masa transisi lima tahun, Total menyerahkan kelanjutan Mahakam kepada pemerintah Indonesia, apakah masih bisa berpartisipasi atau tidak.

Pemerintah sendiri masih mengkaji kelanjutan pengelolaan Blok Mahakam itu.

"Nanti kita lihatlah, masih ada tahun ini dan tahun 2014," kata Jero Wacik.

Total menilai bila investasi dihentikan, maka produksi Mahakam akan turun drastis.

Saat ini, produksi gas mencapai 1.700-1.800 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Dengan investasi sesuai yang direncanakan sebesar 7,3 miliar dolar AS, maka produksi akhir 2017 akan turun alamiah menjadi 1.100-1.200 MMSCFD.

Namun, bila investasi diturunkan, maka produksi hanya 500-800 MMSCFD.

(K007/M009)

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013