Jakarta (ANTARA) - Fraksi PKB DPR RI memberikan klarifikasi bahwa menolak wacana percepatan pelaksanaan Pilkada 2024 sebab pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada dinilai belum layak ditindaklanjuti.

“Kami ingin mengklarifikasi kesimpulan dari pimpinan DPR yang menyatakan PKB menyetujui dengan catatan atas pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pilkada. Kami tegas menyatakan pembahasan tersebut belum layak untuk ditindaklanjuti,” kata Juru Bicara Fraksi PKB Abdul Wahid dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Fraksi PKB DPR, kata dia, menilai wacana percepatan Pilkada 2024 akan memicu kompleksitas masalah hukum dan politik yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas.

Wahid lantas menyayangkan proses pengambilan keputusan dan kesimpulan atas pendapat masing-masing fraksi terhadap wacana pembahasan revisi UU Pilkada yang dinilainya terkesan "grasa-grusu" sehingga tak menangkap aspirasi dari masing-masing fraksi secara utuh.

“Bahkan kami tidak diberikan waktu untuk menyampaikan pandangan fraksi secara resmi di hadapan rapat paripurna sehingga publik tidak mengetahui secara komprehensif sikap dari fraksi PKB,” ujarnya.

Untuk itu, Wahid menegaskan Fraksi PKB keberatan atas rencana pengubahan dan pemajuan jadwal Pilkada serentak menjadi September 2024. Menurut dia, pelaksanaan pilkada serentak lebih baik sesuai jadwal awal yakni November 2024.

“Kesepakatan pelaksanaan di November 2024 itu telah diatur dalam undang-undang yang dahulu diputuskan secara matang dan telah menjadi kesepakatan fraksi-fraksi di DPR dengan Pemerintah, termasuk Presiden RI,” katanya.

Fraksi PKB, kata Wahid, menilai saat ini tidak ada kegentingan maupun urgensi dari percepatan pelaksanaan Pilkada 2024, begitu pula dengan alasan yang diajukan pemerintah agar kepala daerah bisa lebih cepat bekerja pada Januari 2025.

“Apalagi pemerintah telah berkonsultasi dengan Komisi II terkait opsi penerbitan Perppu untuk percepatan jadwal Pilkada. Kalau saat ini pembahasan RUU terkait isu yang sama maka bisa memunculkan kerancuan,” tuturnya.

Dia lantas menyinggung tidak disertainya naskah akademis (N/A) dalam revisi UU Pilkada untuk mempercepat pelaksanaan Pilkada 2024.

“Padahal salah satu syarat pembahasan RUU harusnya didasarkan pada naskah akademis yang mengisyaratkan jika RUU tersebut telah dikaji dengan matang oleh banyak kalangan termasuk akademisi, masyarakat sipil, hingga praktisi Pemilu,” katanya.

Wahid menuturkan bahwa Fraksi PKB khawatir jika Pilkada 2024 dipercepat maka akan memicu berbagai dampak negatif, termasuk anggapan adanya kepentingan politik.

“Kami khawatir keputusan-keputusan besar termasuk percepatan atau pemunduran waktu pilkada akan kian memanaskan situasi politik jelang Pemilu 2024,” kata dia.

Sebelumnya, Selasa (21/11), Rapat Paripurna DPR RI menyetujui RUU Usul Inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tentang perubahan keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi usul DPR RI.

"Apakah RUU usul inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang perubahan keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dapat disetujui menjadi RUU usul DPR RI?" kata Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Puan menyebut ada tiga fraksi yang menyatakan berbeda pendapat perihal RUU Pilkada tersebut, dimana dua fraksi menyatakan setuju dengan catatan dan satu fraksi menolak.

"Bahwa ada tiga fraksi yang menyatakan; satu menolak, yaitu Fraksi PKS. Kemudian dari Demokrat menyatakan ada catatan, dan dari PKB pun menyatakan ada catatan,” kata Puan.
Baca juga: Fraksi PKB DPR gencarkan "door to door" galang pemenangan AMIN
Baca juga: Fraksi PKB nilai target pertumbuhan ekonomi 2024 realistis

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023