Sedangkan untuk pemberian layanan dukungan, perawatan, dan pengobatan HIV juga telah tersebar pada 52 layanan di 38 puskesmas, 13 rumah sakit, dan 1 klinik utama
Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus melakukan berbagai upaya dalam pengendalian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan memperluas layanan dan memasifkan kegiatan skrining HIV terhadap seluruh kelompok populasi berisiko.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Nanik Sukristina dalam keterangannya di Surabaya, Sabtu, mengatakan, pihaknya telah melakukan perluasan layanan testing HIV melalui 122 layanan yaitu pada 63 puskesmas, 57 rumah sakit, dan 2 klinik utama.

"Sedangkan untuk pemberian layanan dukungan, perawatan, dan pengobatan HIV juga telah tersebar pada 52 layanan di 38 puskesmas, 13 rumah sakit, dan 1 klinik utama," kata Nanik.

Ia mengatakan Pemkot Surabaya terus memperluas jejaring kemitraan dengan menggandeng komunitas peduli HIV agar dapat mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penularan HIV. 

Baca juga: Wali kota: Kasus HIV di Surabaya didominasi warga luar yang berobat

Total penemuan kasus HIV di Kota Surabaya sampai Oktober 2023 sebanyak 1.122 kasus dengan rincian berdasarkan status kependudukan menunjukkan KTP Surabaya sebesar 600 (53,47 persen) dan KTP Non-Surabaya sebesar 522 (46,52 persen), naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 827 kasus.

"Akan tetapi, berdasarkan status kependudukan menunjukkan bahwa penemuan kasus dengan KTP Surabaya pada tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 17,39 persen dibandingkan tahun 2022," katanya.

Sedangkan, lanjut dia, gambaran distribusi kasus HIV anak pada rentang usia ≤14 tahun sebanyak 7 kasus, turun satu kasus dibanding tahun sebelumnya. 

Indikasi terjadinya risiko penularan HIV pada anak, disebabkan kurangnya kepatuhan minum obat ARV bagi ibu yang telah terinfeksi HIV karena tidak adanya dukungan dari pasangan (keluarga) serta ketidakberdayaan seorang istri terhadap permasalahan kesehatannya.

"Sebagai upaya pengendalian, Surabaya terus konsisten dan masif dalam kegiatan skrining HIV terhadap seluruh kelompok populasi berisiko, tanpa membedakan status kependudukan," ucapnya.

Baca juga: Dinkes: Pengobatan HIV diakses gratis di 10 rumah sakit di Surabaya

Pihaknya terus melakukan pemeriksaan HIV secara mobile/bergerak menyasar tempat-tempat yang diduga sebagai hotspot (lokasi) kelompok beresiko. Selain itu melakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis bagi bayi usia minimal 6 minggu dan juga melakukan skrining HIV secara rutin setiap 3 bulan sekali bagi perilaku kelompok berisiko penularan virus HIV.

Pemberian pengobatan ARV Test and Treat juga diberikan secara gratis, serta memperluas akses pengobatan HIV pada puskesmas dan rumah sakit.

"Kami membentuk pendamping sebaya dari komunitas ODHIV di wilayah kerja untuk memberikan support psycho-sosial. Selain itu, kami juga memberikan dukungan PMT bagi ODHIV untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan meningkatkan imunitas, pendampingan, konseling dan kunjungan rumah (home care) untuk memperkuat kondisi psikologis pasien," lanjutnya.

Penguatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) melibatkan ibu hamil HIV dan anak-anak dengan HIV juga terus dilakukan, selain penguatan konseling oleh dokter atau psikolog di layanan HIV baik bagi pasien, pasangan pasien, dan keluarga.

Baca juga: Kemenkes ungkap transmisi HIV dari ibu ke anak masih terjadi
Baca juga: Kemenkes: Penurunan infeksi baru HIV capai 54 persen pada 2010-2022

 
 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023