Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian segera meluncurkan Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030.

Buku putih yang akan diluncurkan pada 6 Desember 2023 mendatang itu diarahkan sebagai kerangka acuan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi digital Indonesia hingga 2030.

“Dokumen ini menjadi panduan strategis karena menggambarkan Visi Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030 yang dilengkapi yang dilengkapi dengan arah, target dan inisiatif pengembangan ekonomi digital,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin di Jakarta, Senin.

Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital sendiri merupakan hasil dari upaya panjang dalam mengartikulasikan kerangka pengembangan ekonomi digital Indonesia sejak tahun 2019 dan mencapai finalisasi pada tahun 2023.

Lahirnya Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital juga telah melalui proses kolaborasi dengan Kementerian/Lembaga, otoritas terkait, akademisi, pelaku industri, serta konsultan melalui beragam Diskusi Kelompok Terarah (FGD), diskusi terbatas, hingga pertemuan tingkat tinggi.

Rudy menjelaskan, ada enam pilar utama pengembangan ekonomi digital yaitu: (1) Infrastruktur; (2) SDM; (3) Iklim Bisnis dan Keamanan Siber, (4) Riset, Inovasi, dan Pengembangan Usaha; (5) Pendanaan dan Investasi, serta (6) Kebijakan dan Regulasi.

"Strategi nasional tersebut ada dalam Buku Putih yang menjadi semacam guideline,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia memaparkan nilai ekonomi digital Indonesia tercatat terus tumbuh dan menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2023, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai nilai sebesar 82 miliar dolar AS dan diperkirakan akan mampu mencapai nilai sebesar 109 miliar dolar AS pada tahun 2025.

Selain itu, 40 persen pangsa pasar ekonomi digital Asia Tenggara berada di Indonesia. Digital Economy Framework Agreement (DEFA) Negotiation juga telah diluncurkan pada September 2023 dan diharapkan menjadi katalisator dalam meningkatkan nilai ekonomi digital ASEAN menjadi 2 triliun dolar AS pada tahun 2030.

“Kalau kita lihat dari ekonomi digital kita, saat ini masih didominasi sektor e-commerce, 57 persen dari nilai ekonomi digital kita dari e-commerce. Lalu setelah itu ada Gojek, Grab dan lainnya. Kemudian yang ketiga online media. Pangsa dari e-commerce ini kalau tidak betul-betul kita kuatkan akan tergerus oleh negara lain. Jadi, pemerintah tidak hanya memperbaiki dari sisi digital, dari infrastruktur digital juga harus disiapkan,” ujar Rudy.

Rudy juga menyampaikan bahwa pemerintah optimis target 30 juta para pelau usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masuk dalam ekosistem digital pada tahun 2024 akan tercapai.

Dengan telah lebih dari 27 juta UMKM yang sudah go digital saat ini, Rudy menekankan bahwa yang terpenting bukan hanya tentang go digital tetapi bagaimana produk-produk UMKM dapat terjual hingga ke pasar digital.

“Salah satu yang jadi poin penting yang kita dorong adalah bagaimana ekonomi digital ini inklusif. Artinya sektor nonformal pun dirangkul, misalnya penggunaan QRIS di pasar basah dan pedagang-pedagang lainnya. Paling tidak mereka sudah terdata, dan bisa kita bina lebih lanjut, perbankan bisa profiling mereka. Ini yang penting, supaya mereka bisa naik kelas ke depannya,” pungkasnya.

Baca juga: Kemenko Perekonomian: RI butuh 9 juta talenta digital

Baca juga: Menkeu: Ekonomi digital ciptakan persamaan dan hapus eksklusivitas

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023