Wilayah laut Indonesia menyimpan potensi sumber daya ESDM yang besar dan dapat dikembangkan sebagai sumber energi masyarakat kepulauan.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung inovasi untuk mengembangkan potensi energi wilayah laut di Indonesia sebagai sumber energi masyarakat kepulauan.

"Kementerian ESDM terus berupaya menyediakan energi bagi masyarakat dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Wilayah laut Indonesia menyimpan potensi sumber daya ESDM yang besar dan dapat dikembangkan sebagai sumber energi masyarakat kepulauan," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut disampaikannya saat acara Temu Netizen ke-18 Road to Hari Nusantara 2023: Oceanovation, di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (4/12). Adapun, puncak peringatan Hari Nusantara 2023 digelar di Pulau Tidore, Maluku Utara pada 13 Desember.

Temu netizen bertema Oceanovation, gabungan dari frasa ocean and innovation. Harapannya, melalui acara tersebut akan memberikan semangat berkontribusi, melahirkan ide, gagasan, dan inovasi baru untuk mendukung pengembangan kemaritiman nasional.

"Maka dari itu yang diundang adik-adik yang secara usia masih muda, biasanya memiliki inovasi-inovasi, kreativitas, bagaimana kita akan mengisi khususnya dari sektor ESDM untuk memperkuat, untuk mengisi, dan untuk menyukseskan program pemerintah terkait dengan kemaritiman," ujar Dadan.

Penyediaan energi menjadi tugas utama Kementerian ESDM, termasuk mengelola sumber energi yang ada di wilayah laut Indonesia dan menunjang kebutuhan sektor lain agar energi tetap mudah dijangkau, meningkatkan akses melintasi, dan mengembangkan ekonomi pulau-pulau terluar di Indonesia.

Kementerian ESDM melalui Balai Besar Survei dan Pemetaan Geologi Kelautan (BBSPGL) mencatat potensi (praktis) energi laut yang dimiliki Indonesia sekitar 63 gigawatt (GW) terdiri atas ocean thermal energy conversion/OTEC (41 GW), energi arus laut (20 GW), dan energi gelombang laut (2 GW).

Angka itu belum termasuk potensi tidal waves, offshore wind, seawater floating solar PV, dan energi baru lainnya.

"Laut itu kan ada perbedaan temperatur bisa dibangkitkan menjadi energi. Ada perbedaan tinggi gelombang bisa dipakai untuk energi. Ada juga arus, jadi di laut itu juga (airnya) mengalir. Di Pulau Alor itu kita bisa melihat arus laut demikian besar seperti melihat sungai. Kalau sudah ada arus, kita pasang turbin, nanti menjadi listrik. Ini yang sekarang Kementerian ESDM sedang rancang untuk kami lakukan pengembangan," ujar Dadan.

Kementerian ESDM mencatat Indonesia bagian timur memiliki potensi pengembangan energi laut, baik arus dan gelombang laut yang terbesar, mendominasi dari 17 titik energi arus laut dan 22 titik potensial energi gelombang laut di seluruh perairan Nusantara.

Potensi arus laut terbesar berada di Selat Larantuka dan Selat Pantar di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang kini dijajaki kelaikannya untuk menjadi pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL).

Selain itu, pengembangan bioenergi berbasis alga dan mikroalga juga menjadi salah satu primadona dalam penelitian bioenergi, mengingat laut Indonesia memiliki puluhan ribu spesies alga dan mikroalga yang potensial dikembangkan menjadi substitusi sawit untuk memproduksi bioenergi.

"Sekarang barangkali keekonomiannya belum bisa masuk, tetapi kan teknologi dan keekonomiannya terus berjalan, minyak bumi semakin berkurang, emisi juga semakin menjadi concern sehingga kita akan bergeser kepada pemanfaatan energi yang emisinya rendah atau emisinya bebas dan juga ini berkelanjutan," ujar Dadan.

Kementerian ESDM juga menyebut kekayaan mineral laut Indonesia memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa potensi mineral yang tersimpan di dasar laut Indonesia, di antaranya emas, perak, tembaga, seng, dan timbal hingga rare earth elements (REE) yang berperan penting dalam menghasilkan produk hilir berteknologi tinggi seperti panel surya dan baterai.

Selain potensi energi terbarukan yang besar, laut juga memegang peran penting dalam penanganan perubahan iklim. Ekosistem laut biru yang meliputi hutan mangrove, padang lamun, estuaria dan terumbu karang secara alami menjadi penyerap dan penyimpan karbon dan diharapkan dapat menyerap 188 juta ton CO2eq pada 2045.

Pemerintah sendiri memiliki target net zero emission (NZE) di 2060. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Kementerian ESDM, sektor ESDM masih akan menghasilkan emisi sebesar 129 juta ton CO2.

"Dengan laut bisa menyerap 188 juta ton CO2eq, kita positif bisa memastikan NZE di tahun 2060 tanpa terjadi pengereman dari pertumbuhan ekonomi kita. Indonesia bisa bersaing, kompetitif, dan menjadi negara maju di 2045," kata Dadan pula.
Baca juga: BRIN ungkap potensi rumput laut jadi sumber energi alternatif
Baca juga: Kementerian ESDM paparkan potensi laut sebagai sumber energi

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023