Jambi (ANTARA) - Nasywa Adivia Wardana (16), siswi kelas XI SMAN 2 Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi menjadi pembicara pada pertemuan internasional perubahan iklim di Dubai, Uni Emirat Arab yang berlangsung 30 November hingga 12 Desember 2023.

"Ini merupakan pengalaman paling tinggi saya ikut jadi pembicara pada ajang pertemuan internasional di Dubai, bersama petinggi negara yang hadir pada pertemuan tahunan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim atau Conference of Parties-United Nation Framework Convention on Climate Change (COP-UNFCCC) ke-28," kata Nasywa melalui keterangan resminya yang diterima di Jambi, Rabu.

Baca juga: Gubernur Jambi diminta jadi pembicara perubahan iklim di KTT G20

Pertemuan tingkat tinggi tahunan itu berkumpul para pemimpin dunia guna membahas penanganan perubahan iklim, di tengah keadaan iklim dunia semakin sulit untuk dikendalikan, dimana salah satu yang menjadi pembicara adalah Gubernur Jambi Al Haris.

Selain para pemimpin dunia, konferensi ini juga dihadiri oleh pelaku usaha tingkat dunia, ilmuwan, termasuk para aktivis yang menaruh perhatian dan melakukan aksi dalam penyelamatan iklim dan lingkungan hidup dari berbagai belahan dunia.

Nasywa Adivia Wardana hadir pada acara itu karena dinilai mampu melakukan aktivitas berharga dalam rangka penanganan perubahan iklim bersama organisasi yang membinanya, Serikat Perempuan Indonesia (Seruni).

Posisi dan peran yang dijalani Nasywa memang jauh melampaui usianya, bersuara di forum dunia tentang perubahan iklim, sebuah isu yang tidak mudah dicerna dan diterima oleh anak seusianya. Keberanian dan kepekaan sosialnya tentu tidak lahir begitu saja. Lingkungan alam dan manusia tempat dia tumbuh sejak kecil adalah salah satu faktor yang berpengaruh kuat atas pembentukan karakter Nasywa.

Nasywa juga berkesempatan menjadi salah satu pembicara termuda (16 tahun) mewakili Indonesia di COP28 Women and Gender Pavilion Session, bertajuk Young and Fearless the Powerfull Voices of Young Women Environmental Ringht Defenders.

"Sejak kecil saya sudah menjadi korban bencana kabut asap di Pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Jambi dan tinggal di rumah berbulan-bulan ditemani masker dan tabung oksigen serta tidak bisa ke sekolah dan bermain dengan kawan sebaya.” kata Nasywa.

Dia menuturkan setiap hari dirinya mendengarkan tentang kabut asap akibat kebakaran lahan gambut dan hutan untuk perkebunan besar kelapa sawit secara berulang-ulang, sehingga ia dan anak-anak lainnya juga sering terlibat aksi menuntut penanganan kabut asap, melakukan pelayanan terhadap korban asap, menulis puisi dan tampil menyanyikan lagu-lagu tentang alam.

Di usia remaja, Nasywa mulai terlibat dalam perjuangan dan kegiatan pemulihan lingkungan hidup secara langsung. Hingga akhirnya memutuskan tinggal dan melanjutkan sekolah di pedesaan, terlibat serta membangun taman ekologis Rivera Park di Kabupten Tebo, mengubah tanah dan sungai yang rusak akibat pertambangan emas tradisional menjadi salah satu destinasi wisata andalan di Provinsi Jambi.

Baca juga: Cegah karhutla, apel siaga dan pelatihan digelar di Jambi

Baca juga: RI tekankan kolaborasi global dalam bidang agrikultur dalam KTT COP28


Nasywa juga aktif mempromosikan penanaman tanaman pangan organik yang ramah lingkungan. Ia merasakan perjuangan pemulihan lingkungan hidup itu tidak mudah. Dukungan pemerintah yang terbatas terhadap pembangunan ekowisata, terbatasnya penghidupan ekonomi dan pengetahuan masyarakat, sehingga masih bergantung hidup, mau tidak mau, dari produksi yang merusak lingkungan adalah tantangan tersendiri.

Kehadirannya di COP28 Dubai adalah suatu kebanggaan. Semakin mengukuhkan perhatiannya pada dunia aktivis, terutama dalam isu lingkungan hidup dan keadilan gender. Dia mengaku matanya semakin terbuka melihat dunia, penderitaan yang dia alami juga dirasakan oleh jutaan remaja dan perempuan di seluruh dunia.

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023