Jakarta (ANTARA News) - Tingginya konsumsi masyarakat terhadap sembilan bahan makanan pokok atau sembako selama Ramadhan dan Lebaran merupakan peristiwa rutin, lazim, dan normal belaka.

Itulah yang terjadi setiap tahun di Tanah Air. Apa yang istimewa dengan Ramadhan tahun 2013 ini?

Yang spesial dalam Ramadhan kali ini adalah merangkaknya harga-harga kebutuhan makanan pokok dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar bersubsidi.

Jadi untuk Ramadhan kali ini ada dua faktor yang mendorong naiknya harga-harga. Selain dampak naiknya harga BBM bersubsidi.

Tingginya permintaan masyarakat terhadap sembako ikut mendorong naiknya harga-harga tersebut.

Tingginya permintaan terhadap sembako itu tentu tak akan berpengaruh signifikan terhadap harga sembako selama ketersediaan barang kebutuhan pokok itu terjamin.

Di antara sembilan bahan pokok yang dikhawatirkan mengalami kenaikan harga yang signifikan karena kelangkaan persediaan, komoditas daging sapi dan beras perlu diwaspadai oleh pemerintah.

Untunglah pemerintah telah mengupayakan ketersediaan daging sapi untuk menekan harganya lewat kebijakan impor daging sapi yang dijalankan oleh Perum Bulog.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, masuknya impor daging sapi dari Perum Bulog diharapkan dapat menekan harga daging sapi per kilogram dari sebelumnya sekitar Rp90.000-Rp100.000 menjadi Rp75.000-Rp80.000.

Masalah harga daging sapi ini tentu tidak segenting masalah harga beras. Karena para konsumen daging sapi mungkin sebatas kalangan berpenghasilan menengah ke atas. Beda dengan harga beras yang mengalami kenaikan signifikan.

Para kosumen beras adalah meliputi semua lapisan masyarakat. Untuk itu, konsentrasi pemerintah atas ketersediaan beras dan harganya yang terjangkau diperlukan untuk komoditas paling utama ini.

Kekhawatiran menurunnya ketersediaan beras menjelang Lebaran 2013 karena menurunnya produksi panen padi di sejumlah daerah akibat anomali cuaca.

Hujan yang masih terjadi di bulan Juli ini sebagai salah satu fenomena terjadinya anomali cuaca menyebabkan penurunan produksi panen padi di sejumlah daerah seperti Lampung dan Jawa Timur.

Kepala Perum Bulog Sub Devisi regional Madiun Taufan Akib mengakui bahwa panen padi untuk musim panen pertengahan tahun ini kurang maksimal.

Berbagai kondisi di lapangan menunjukkan bahwa panen padi yang menurun karena anomali cuaca membutuhkan kebijakan pemerintah untuk menemukan solusi dalam menjamin ketersediaan beras untuk masyarakat. Terutama mereka yang berada dalam garis kemiskinan.

Apakah impor beras perlu ditingkatkan? Ini tentu tidak bisa direalisasikan dalam waktu pendek mengingat kebutuhan beras yang meningkat diprediksi berlangsung di seputar saat-saat Lebaran.

Wacana diversifikasi makanan utama masyarakat mungkin perlu digaungkan kembali.

Wacana semacam ini pernah menjadi topik penting dalam dua dasawarsa lalu. Namun hasilnya masih belum kentara secara signifikan.

Padahal dari sisi kesehatan, warga yang mengonsumsi makanan pokok yang semakin beragam akan semakin meraih tingkat kesehatan jasmaniah yang lebih tinggi.

Bahkan, mereka yang terkena penyakit degenerative tertentu seperti diabetes akan menjadi lebih sehat ketika mengonsumsi bahan makanan pokok nonberas.

Mengurangi konsumsi nasi dirasa penting bagi mereka yang terindikasi mengidap diabetes. Hal ini dikarenakan kandungan glukosa yang tinggi pada nasi yang merupakan karbohidrat sederhana.

Diversifikasi makanan pokok dengan menggalakkan konsumsi jagung, ubi dan hasil bumi lainnya agaknya akan mengurangi konsumsi nasi dan hal ini tentu dapat meringankan pemerintah dalam penyediaan beras yang semakin hati semakin tinggi.

Akhirnya, persoalan ketersediaan sembako yang paling dibutuhkan masyarakat seperti beras diharapkan menjadi prioritas bagi pemerintah untuk ditangani terutama menjelang Lebaran.

Namun, di sisi masyarakat, upaya hidup hemat dan tidak menghambur-hamburkan dana yang diterima dari tunjangan hari raya (THR) selama menjelang Lebaran juga perlu digaungkan.

Masyarakat perlu diingatkan bahwa seusai Lebaran adalah momentum bagi anak-anak sekolah memulai tahun ajaran baru yang juga membutuhkan dana pendidikan cukup signifikan.

Kebutuhan membeli buku-buku dan seragam sekolah perlu dipikirkan sehingga dana yang diperoleh dari THR tak perlu dihabiskan selama Lebaran.

Bagi mereka yang tak memperoleh THR pun masih dituntut untuk hidup berhemat karena umumnya mereka yang tergolong miskin ini di saat-saat selama Ramadhan dan menjelang Lebaran biasanya mendapat rezeki tambahan dari kalangan berada yang menunaikan kewajiban membazar infaq dan zakat.

Hidup berhemat dalam perspektif pertumbuhan ekonomi memang kurang menguntungkan secara makro.

Itu sebabnya masyarakat kadang didorong untuk meningkatkan konsumsi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Namun, yang lebih ideal adalah peningkatan konsumsi untuk barang-barang yang sifatnya berinvestasi bagi masa depan.

Belanja untuk kebutuhan pendidikan anak adalah investasi masa depan yang mutlak bagi masyarakat di semua lapisan sosial- ekonomi.

Terselenggaranya kehidupan bermasyarakat yang seimbang, aman, dan nyaman agaknya harus datang dari dua sisi yakni sisi pemerintah dan masyarakat.

Pada satu sisi Pemerintah perlu menjamin ketersediaan bahan pangan pokok dan pada sisi lain masyarakat menyikapinya dengan membelanjakan uang secara hemat dan bijaksana.

Itulah harapan yang bisa digaungkan bersama menyongsong Lebaran 2013.

Pewarta: M Sunyoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013