Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan telah meresmikan kampung nelayan modern Biak Numfor, Papua pada akhir November 2023 lalu. Pendampingan, pengawasan hingga manajemen koperasi terus dilakukan guna memastikan kelanjutan kampung nelayan modern tersebut.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Trian Yunanda mengatakan, kampung nelayan saat ini identik dengan kemiskinan, keterbatasan sarana dan prasarana, keterbatasan akses, kumuh dan sebagainya. Untuk mewujudkan kawasan/lingkungan kampung nelayan yang tertata, bersih, sehat, dan dapat meningkatkan produktivitas kehidupan nelayan, dan keluarganya, perlu dilakukan penataan, penyediaan, dan/atau perbaikan sarana, dan prasarana publik di kampung nelayan sehingga menjadi kampung nelayan maju seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 34 Tahun 2022.

Seiring perkembangan, lanjut Trian, kampung nelayan maju bertransformasi menjadi kampung nelayan modern agar mudah beradaptasi dengan kebutuhan yang berkembang cepat saat ini. Kampung Nelayan Modern merupakan program yang mentransformasikan ruang hidup dan ruang sosial nelayan menjadi lebih baik, dan lebih berkembang, dengan seluruh dimensinya melalui pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kapasitas masyarakat melalui social engineering.

"Pemerintah hadir melalui kampung nelayan modern dengan berbagai intervensi, harapannya dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan nelayan, serta kesejahteraan rumah tangga perikanan," kata Trian saat menjadi pembicara Bincang Bahari bertema "Kampung Nelayan Modern" di Gedung Mina Bahari III KKP, Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Trian menjelaskan, guna memastikan operasional kampung nelayan modern terus berkelanjutan dan sesuai dengan apa yang diharapkan, pihaknya melakukan berbagai rekayasa sosial, di antaranya yaitu capacity building, koperasi, kewirausahaan dan sertifikasi,Standarisasi dan Perizinan.

"Evaluasi pengukuran dampak akan terus dilakukan agar masuk ke rantai pasok nasional dan global," ungkapnya.

Adapun intervensi yang dilakukan pemerintah dalam kampung nelayan modern di Biak yaitu mengalokasikan anggaran sebesar Rp22,11 miliar yang digunakan untuk pembangunan fasilitas pokok produksi perikanan berupa dermaga & tambatan perahu, jalan akses dan jalan kawasan, 
instalasi air bersih, IPAL dan MCK, penerangan, gardu pandang, shelter pendaratan, turap beton dan pedestrian.

Kemudian pembangunan fasilitas pengusahaan perikanan berupa kantor koperasi pengelola, pabrik es portabel kapasitas 3 ton, gudang beku portabel kapasitas 10 ton, sarana perbaikan
kapal (dock shipyard), sentra kuliner, kios persediaan, bengkel nelayan, kendaraan berpendingin roda 4.

Selanjutnya untuk bantuan sarana penangkapan ikan dilakukan pemberian berupa kapal penangkapan ikan dan mesin sebanyak 20 unit, mesin yamaha 15 PK sebanyak 5 unit, API gillnet monofilamen sebanyak 51 unit, API handline sebanyak 228 unit, serta coolbox sebanyak 120 unit.

"Kami juga memberikan peningkatan kapasitas dan produktivitas usaha perikanan dengan memfasilitasi dan mendampingi kelembagaan dan usaha, program magang koperasi, pelatihan perawatan mesin kapal perikanan, bimbingan teknis Sertifikasi Kecakapan Nelayan," kata Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, A. Rita Tisiana yang juga menjadi pembicara dalam Bincang Bahari.

Rita menyebutkan dengan intervensi yang diberikan pemerintah, pendapatan masyarakat kampung yang saat ini hanya Rp1,4 miliar pertahun akan meningkat menjadi Rp14,89 miliar. 

"Kondisi sebelum intervensi dengan perahu motor tempel dua mesin, pendapatan sekitar Rp5 juta, dengan mngoptimalkan intervensi dari pemerintah pendapatan sebulan Rp17 juta. Namun semua itu tergantung dari masyarakat, apakah mereka bisa mengoptimalisasi bantuan itu?, kami akan terus melakukan pendampingan," ujarnya.

Direktur logistik Dirjen PSDKP, Berny Achmad Subki mengungkapkan guna mendukung modelling kampung nelayan modern yang berkelanjutan diperlukan sistem pengolahan dari hulu ke hilir, mulai dari sebelum produksi, produksi, pasca produksi, pengolahan dan pemasaran harus dilakukan guna mewujudkan kesejahteraan sesuai dengan sumber daya kegiatan ekonomi itu berada.

"Kawasan sentra pengelolahan ikan menjadi salah satu proses hilir untuk mendukung modeling kampung nelayan modern," ujarnya.

Adapun yang dibangun dalam sentra pengolahan ikan tersebut, lanjut Berny yaitu modeling rumah yang higienis dan dapat dilakukan sepanjang musim; Dilakukan kontrol mutu baik secara organoleptik, kimia, dan mikrobiologi terhadap produk secara rutin; Terwujudnya diversifikasi dan inovasi pengemasan ikan yang memenuhi standar mutu dan pasar baik bulky, maupun eceran; Tersedianya Gudang Beku Portabel Suhu Chilling sebagai tempat penyimpan stok ikan teri saat produksi berlimpah; dan Terbangunnya sentra kuliner untuk mendukung akses pasar serta pengembangan kuliner berbasis ikan.

"Tersedianya kendaraan berefrigerasi untuk distribusi ikan secara higienis dan Terbentuknya koperasi yang dikelola secara profesional juga menjadi faktor penting untuk menjaga hilirisasi kampung nelayan modern," pungkasnya.

Sementara itu, Manager Fuel Channel & Parthership PT Pertamina Patra Niaga, Daniel Alhabsy menjelaskan, pembangunan SPBU nelayan dibutuhkan untuk memangkas biaya produksi nelayan dalam beroperasi. Sehingga selain mendapatkan lokasi yang tidak jauh, para nelayan juga mendapatkan harga jual normal yang ditetapkan PT. Pertamina.

"Kami juga akan membangun 11 lokasi SPBU Nelayan dari Program Kampung Nelayan Modern yang ditunjuk untuk dapat memenuhi kebutuhan BBM bagi nelayan di sekitar," ungkapnya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023