Jadi lebih mementingkan untuk kebutuhan sendiri, terutama untuk teknologi yang 'advance'
Badung, Bali (ANTARA) - Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman menilai tekno-nasionalisme (techno-nationalism) muncul sebagai tantangan baru bagi Indonesia.

Abdurohman di sela Annual International Forum of Economic Development and Public Policy (AIFED) 2023 di Badung, Bali, Rabu, menyebutkan tekno-nasionalisme merupakan kebijakan atau sikap suatu negara yang menekankan pada kedaulatan penggunaan teknologi untuk mencapai tujuan nasional tanpa membuka peluang kerja sama dengan negara lain.

Hal itu dipicu oleh kekhawatiran terhadap kedaulatan ekonomi, dominasi teknologi dan keamanan nasional sehingga negara-negara tersebut bersaing untuk menjadi yang paling maju dalam pemanfaatan teknologi.

"Jadi lebih mementingkan untuk kebutuhan sendiri, terutama untuk teknologi yang advance. Ini nanti kaitannya dengan kekuatan warfare. Teknologi yang critial itu mereka mulai protect untuk tidak keluar ke mana mana, seperti di US ada ChipX yang mulai melarang investasi teknologi di Tiongkok," kata  Abdurohman. 

Tekno-nasionalisme yang saat ini terjadi merupakan imbas dari adanya fragmentasi ekonomi yang mempengaruhi rantai pasok global (global supply chain).

Namun menurut Abdurohman, Indonesia saat ini masih memiliki peluang besar untuk pemenuhan rantai pasok di tengah fenomena tekno-nationalisme melalui hilirisasi industri.

Baca juga: Sri Mulyani sebut fragmentasi geoekonomi munculkan berbagai tantangan

Baca juga: Sri Mulyani nilai posisi RI aman di tengah fragmentasi ekonomi global


Ia memberikan contoh semikonduktor sebagai salah satu industri yang potensial bagi Indonesia, oleh karena itu industri tersebut perlu dikuatkan lagi.

"Kita kan ada source-nya, dan kita dengan hilirisasi itu bagus. Kita menciptakan nilai tambah, tapi tidak melupakan hulu, upstream-nya. Kita sudah punya sebenarnya industri-industri hulu itu. Sekarang perlu penguatan," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menambahkan, semikonduktor menjadi penting saat ini karena industri tersebut menjadi dasar pengembangan industri modern lainnya seperti solar panel, otomotif, hingga chipset.

"Karena semikonduktor itu bagian dari pengembangan industri yang lebih advanced seperti solar panel ya, kemudian otomotif itu juga semi konduktor karena nanti 'otaknya' itu kan semikonduktor. Kalau itu bisa masuk ke Indonesia, kita bisa create nilai tambah yang lebih besar lagi," terangnya.

Dalam sesi presentasi AIFED 2023, Profesor University of California - Berkeley Barry Eichengreen memaparkan bahwa seiring dengan perekonomian global yang lebih multipolar, dunia juga saat ini bergerak menuju sistem moneter internasional yang lebih terdesentralisasi.

Namun menurutnya, posisi Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Amerika Selatan diuntungkan di tengah ketidakpastian global tersebut.

Sebagai contoh, Meksiko telah melampaui Tiongkok sebagai sumber impor AS. Sementara itu, AS mengimpor lebih banyak dari Kanada, Meksiko, Taiwan, Vietnam termasuk Indonesia. Kondisi tersebut juga mendorong peningkatan pangsa ekspor Asia ke AS.

"Negara-negara dengan ekosistem perdagangan, industri dan investasi yang kuat berpotensi menarik peluang relokasi dari Tiongkok, sementara negara yang tidak siap berisiko terdampak perlambatan pertumbuhan global karena fenomena ini," katanya.

Baca juga: Kemenkeu gelar AIFED 2023 bahas fragmentasi ekonomi global

Baca juga: Kemenkeu: APBN turut jaga capaian manufaktur Indonesia

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023