Balikpapan (ANTARA News) - Investor asal Korea Selatan tertarik untuk membangun pabrik pencairan batubara di Kalimantan Timur. Saat ini investor tersebut segera memulai studi kelayakan proyek tersebut.

"Mereka sudah mengajukan izin untuk melakukan studi kelayakan itu," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kaltim Amrullah, Rabu (17/7)

Pabrik tersebut diperhitungkan akan mampu mencairkan batubara hingga menjadi lebih dari 20.000 barrel per hari.

"Kita menawarkan agar dibangun di Maloy yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus di Kalimantan, karena disana akan jadi pusat ekonomi," terang Kadistamben Amrullah.

Batubara yang dicairkan sendiri adalah batubara berkalori rendah yang memang harganya jatuh di pasar internasional.

Menurut Amrullah, pabrik pencairan batubara itu sangat pas dengan kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah yang akan segera diterapkan.

"Tentu dengan adanya hilirisasi produk, akan ada penambahan nilai terhadap nilai barang yang berdampak terhadap harga jual produk," jelas Kadistamben.

Kepala Badan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Kaltim Diddy Rusdiansyah belum bisa menyebutkan nilai investasi dari pembangunan pabrik pencairan batubara itu. Menurut Diddy, masih menunggu hasil studi kelayakan tadi.

"Nanti setelah ada studi kelayakannya baru bisa dihitung, berapa investasi yang harus dikucurkan nantinya," kata Diddy Rusdiansyah.

Di sisi lain, Kadistamben juga menjelaskan, harga batubara yang terus merosot, membuat pengusaha mendapat keuntungan yang kecil dari eksplorasi si emas hitam itu.

Karena itu tambang-tambang kecil rata-rata kini sudah tidak beroperasi lagi.

"Mereka untuk sementara berhenti karena biaya operasional yang dikeluarkan tidak seimbang dengan pendapatan dari harga jual," beber Kadistamben.

Kini yang masih beroperasi hanya perusahaan tambang yang skala besar. Sebab hanya pengusaha besar dengan modal kuat yang mampu bertahan dengan keuntungan yang hanya 3-5 persen saja.

"Sehingga memang yang skala kecil berpikir dua kali untuk beroperasi kembali, jika kondisi harga masih terus menurun," ucapnya.

Apalagi, harga batubara kemungkinan juga masih sulit kembali ke harga yang tinggi karena semakin banyaknya produsen si emas hitam. China yang dulu hanya mengimpor dari Indonesia kini mulai menggali sendiri batubaranya antara lain karena dipicu mahalnya harga batubara itu sendiri. Kemudian Amerika Serikat yang menemukan sumber energi baru untuk pembangkit listrik sehingga melempar persedian batubaranya ke pasar internasional. (*)

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013