"Pada hari ini Polresta Bogor Kota mengadakan press rilis terhadap dua kasus, pertama penyerobotan tanah sebagaimana pasal 385 KUHP dan yang kedua pengrusakan sebagaimana yang dimaksud pasal 170 KUHP ayat 1,"
Kota Bogor (ANTARA) - Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat menetapkan lima orang tersangka pengrusakan pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat di sekitar jembatan sungai Cisadane wilayah Kampung Muara Lebak RT003/RW010 Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat tiga bulan terakhir.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso di Mapolresta Bogor Kota, Kamis, mengatakan penahanan kelima tersangka berasal dari somasi dilayangkan keluarga Ratna Ningsih (77) kepada Perumda Tirta Puakuan atas klaim pipa air perusahaan tersebut berada di atas tanahnya.

Kemudian, keluarga Ratna melaporkan Perumda Tirta Pakuan atas kasus penyerobotan tanah atas keberadaan pipa tersebut dan meminta kompensasi Rp20 miliar. Namun kini, Polresta justru menahan Ratna dan empat orang keluarganya akibat merusak pipa air tersebut yang menyebabkan kerugian Perumda Tirta Pakuan dan dampak pada 5.000 saluran air bersih warga di sekitar itu yang mengecil akibat kebocoran air.

"Pada hari ini Polresta Bogor Kota mengadakan jumpa pers terhadap dua kasus, pertama penyerobotan tanah sebagaimana pasal 385 KUHP dan yang kedua pengrusakan sebagaimana yang dimaksud pasal 170 KUHP ayat 1," kata Kombes Bismo.

Kombes Bismo menyebutkan Ratna ditangkap bersama satu anak laki-lakinya bernama Teddy Ruhyandi bersama tiga cucunya. Ketiga cucunya adalah Muhamad Albi Triadi anak Teddy dan dua lainnya adalah Fajar Fadila Hanafi serta M. Noval Ramdani anak dari almarhum Agus Salim Hanafi.

Ia menerangkan, nenek berusia 77 tahun bersama anak dan tiga cucunya itu ditangkap lantaran berulang kali merusak pipa PDAM di tanah yang dia klaim warisan dari orang tuanya itu menggunakan gurinda. Selain itu, keluarga Ratna juga menghalang-halangi perbaikan pipa oleh Perumda Tirta Pakuan.

Polisi, kata Kombes Bismo, berupaya mengadakan mediasi berulang kali tetapi pihak keluarga Ratna tidak mengindahkan.

"Kami sudah berusaha berulang kali, mengumpulkan warga, ada sempat anggota keluarga datang, tetapi langsung pergi lagi dan pengrusakan pipa terus terjadi. Maka akhirnya kami terbitkan surat penangkapan," jelas Kombes Bismo.

Kombes Bismo menjelaskan, bahwa dari hasil penyelidikan terhadap kasus penyerobotan tanah yang dilaporkan Ratna pun didapati bahwa surat alas hak tanah yang dimilikinya adalah leter C.

Dari hasil keterangan para pihak, lanjut Kombes Bismo, kelurahan tidak bisa menjelaskan batas-batas wilayah tanah Leter C tersebut. Kemudian dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane menjelaskan bahwa objek tanah yang dilintasi oleh merupakan badan sungai Cisadane, berdasarkan UU nomor 17 tentang sumber daya alam dan peraturan menteri PUPR nomor 28 tahun 2015.

Bismo juga menyampaikan, tidak sampai di situ, polisi pun menanyakan ke pihak BPN tentang obyek tanah tersebut dan BPN menyatakan yang di bawah, dilintasi pipa PDAM tersebut tidak terdaftar ada sertifikat dan surat leter C desa adalah bukti pemanfaatan tanah untuk dikenakan biaya pajak negara dan bukan bukti kepemilikan tanah.

Yang mana bukti kepemilikan tanah adalah sertifikat berdasarkan pasal 96 ayat 1 dan PP nomor 18 tentang tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah. Serta berdasarkan pasal 16 UU nomor 5 tahun 1960 tentang dasar pokok-pokok agraria.

"Sehingga Ratna dan keluarganya ditangkap atas kasus pengrusakan dengan pasal 170 ayat 1 dengan ancaman 5 tahun penjara. Tapi, karena Ratna sudah berusia 77 tahun, maka penahanannya ditangguhkan," ujar Bismo.



 

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023