Jakarta (ANTARA) - Dalam rangka menyongsong visi Indonesia Emas 2045 sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045, Pemerintah Indonesia berfokus mengembangkan sejumlah sektor, di antaranya adalah industrialisasi dan hilirisasi industri.

Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti di sela-sela acara Forum Investasi dengan mengusung tema "Tren Investasi Indonesia 2024 dan Peluang Ekonomi Hijau" yang digelar oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Grand Ballroom, Hilton Singapore Orchard, Singapura, Jumat (8/12).

"Industrialisasi dan penguatan hilirisasi industri menjadi modal utama bagi pemerintah untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 agar Indonesia dapat menjadi negara berpendapatan tinggi," ujar Amalia yang sebelumnya menjabat Deputi Bidang Ekonomi Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). 

Dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045, kata Amalia, pemerintah mendorong transformasi ekonomi melalui beberapa strategi, yakni mencakup peningkatan inovasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan produktivitas, pengembangan ekonomi hijau, dan integrasi ekonomi domestik dengan kebutuhan global, serta pengembangan kawasan kota baru sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.

"Saya yakin dengan cara-cara baru ini akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 20 tahun ke depan," tutur Amalia.

Berdasarkan data BPS, laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2023 tumbuh 4,94 persen lebih rendah dibandingkan kuartal II-2023 yaitu sebesar 5,17 persen.

Meskipun demikian, lanjut Amalia, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai cukup positif di tengah gempuran ketidakpastian global akibat krisis geopolitik, mulai dari konflik Ukraina-Rusia yang belum juga reda hingga konflik Israel-Palestina.

Dia menekankan dengan ​manajemen makro ekonomi yang cukup solid, pemerintah mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran lima persen dan laju inflasi yang cukup rendah. 

"Soliditas ekonomi kita menjadi modal besar untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi di tahun depan, tentunya dengan serta menjaga iklim investasi yang kondusif bagi para investor, ” tambahnya.

Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar menggarisbawahi bahwa menjelang pemilihan umum, Pemerintah Indonesia menjamin kondusivitas iklim investasi, sembari mencontohkan proyek infrastruktur dan pertambangan yang umumnya berjalan multi-year.

"Seperti proyek KCIC, walau sudah operasional, kita tetap harus pikir ROI-nya, bahkan profitnya. Oleh karena itu, sekarang kita sedang mempertimbangkan (rutenya) lanjut ke Surabaya. Jadi siapapun presidennya nanti, harus menghormati ini," paparnya.


Indonesia sebagai carbon market hub

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi Nurul Ichwan menyatakan Singapura memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap investasi pada sektor bisnis yang berkelanjutan. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa Singapura merupakan negara terdepan yang punya fokus terhadap investasi hijau di Asia Tenggara.

"Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan energi terbarukan, seperti PLTS. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi besar untuk pengembangan Carbon Capture, Utilizaton and Storage (CCUS)," ungkap Nurul.

Presiden Joko Widodo meresmikan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada 18 September 2023. Hal ini menjadi tonggak pencapaian Indonesia dalam mewujudkan komitmen dekarbonisasi Indonesia menuju Net Zero Emission di tahun 2060. 

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), potensi ekonomi perdagangan karbon mencapai Rp350 triliun. Pasalnya, dengan luas hutan tropis mencapai 125,9 juta hektar, Indonesia mampu menyerap sekitar 113,18 gigaton karbon.

Staf Khusus Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Edo Mahendra mengatakan, keseriusan pemerintah dalam menggarap pasar karbon ini dimulai dengan menciptakan ekosistem domestik yang kuat, sehingga nantinya dapat terbentuk industri yang solid dari hulu hingga hilir.

“Jadi kita harus menciptakan ekosistem domestik dulu dengan regulasi yang kuat sehingga nantinya kita dapat menciptakan pasar. Setelah itu, baru kita bisa bicara soal kolaborasi di tingkat regional,” terang Edo.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023