Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan persiapan pelaksanaan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024.
"SPHPN dan SNPHAR adalah survei khusus untuk mendapatkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta berbagai indikator terkait lainnya," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar saat dikonfirmasi, di Jakarta, Jumat.
Nahar mengatakan SPHPN dan SNPHAR diharapkan menjadi bahan masukan dalam perencanaan sekaligus sebagai bahan evaluasi terhadap program dan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Survei ini disebut khusus karena tidak mudah untuk mendapatkan informasi terkait pengalaman kekerasan yang dialami perempuan dan anak. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain masalah budaya, paradigma, serta stigma yang berlaku di masyarakat," katanya.
Menurut dia, SPHPN sudah dilakukan dua kali, yaitu pada 2016 dan 2021, sedangkan SNPHAR sudah dilakukan tiga kali pada 2013, 2018, dan 2021.
Baca juga: Kementerian PPPA: Kekerasan seksual mendominasi kekerasan pada anak
Hasil dari kedua survei tersebut, kata dia, telah dilakukan analisis dan evaluasi, serta terus dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas data yang dihasilkan.
"Untuk menjaga keberlanjutan datanya, maka kedua survei tersebut tetap menjaga indikator yang dihasilkan agar dapat tetap dibandingkan atau dilihat perkembangannya. Penambahan beberapa indikator baru juga dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan data yang semakin berkembang, antara lain terkait sunat perempuan untuk SPHPN dan kekerasan di saat pandemi untuk SNPHAR," kata Nahar.
Ia menyebutkan target responden pada SPHPN adalah perempuan usia 15-64 tahun.
Selain prevalensi kekerasan terhadap perempuan, SPHPN juga mengumpulkan data tentang sunat perempuan, serta kekerasan berbasis gender online.
Sedangkan untuk SNPHAR, target respondennya adalah penduduk usia 13-24 tahun, baik laki-laki, maupun perempuan.
Baca juga: Kementerian PPPA sosialisasi cegah perundungan di sekolah
Selain prevalensi kekerasan terhadap anak, SNPHAR juga mengumpulkan data tentang perkawinan, sikap tentang gender dan persepsi terkait keamanan, serta dukungan dari keluarga, teman, dan guru.
"Jenis kekerasan yang ditanyakan, baik untuk SPHPN maupun SNPHAR sama, yaitu kekerasan fisik, psikis/emosional, dan seksual. Untuk mendapatkan berbagai indikator tersebut, maka dibutuhkan jumlah sampel yang besar dan kuesioner dengan jumlah pertanyaan yang begitu banyak, serta teknik wawancara dan petugas yang khusus," ujar Nahar.
Ia menjelaskan SPHPN bertujuan untuk mendapatkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan, identifikasi dampak kekerasan terhadap kesehatan, praktik sunat perempuan, dan data tentang kekerasan berbasis gender online.
Baca juga: Kolaborasi antarpihak tunjukkan keberpihakan pada korban TPKS
"Sementara SNPHAR bertujuan untuk menentukan estimasi prevalensi kekerasan fisik, emosional, dan seksual pada anak, serta identifikasi pelaku kekerasan, faktor risiko, dan perlindungan anak," kata Nahar.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024