Kota Bogor (ANTARA) - Institut Pertanian (IPB) University mendorong penggunaan teknologi akustik dapat memetakan potensi jumlah terumbu karang dan ikan secara lebih efisien dan akurat, sehingga Indonesia bisa menghitung berapa banyaknya kedua biota tersebut di seluruh laut Nusantara untuk kemudian mengukur potensi pendapatan dari sektor kelautan tersebut.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Profesor Sri Pujiyati di Kota Bogor, Jumat, mengatakan bahwa teknologi akustik akan menghasilkan bunyi dari terumbu karang ataupun ikan, sehingga alat akustik yang dipasang dapat mendeteksi keberadaan ikan di laut.

"Kami mendorong penggunaan teknologi ini karena teknologi ini lebih efektif dibanding nelayan harus datang dulu ke lokasi untuk mencari tahu ada potensi karang atau ikan tidak di situ," kata Profesor Sri.

Menurut dia, persoalan pendeteksian karang masih hidup atau tidak, kemudian di lokasi mana ikan berkumpul dan berapa jumlahnya dapat dilakukan dengan teknologi akustik yang terus disempurnakan ke depan.

Profesor Sri menerangkan teknologi akustik memiliki dua jenis teknologi yaitu akustik aktif dan akustik pasif. Teknologi aktif adalah salah satu teknologi yang menggunakan pemancaran dan transmisi aktif gelombang suara untuk dapat mendeteksi target yang ada di permukaan, kolom air hingga dasar perairan.

"Instrumen akustik aktif dapat memperoleh informasi tentang target kecil seperti plankton, nekton, ikan pelagis, ikan demersal, serta dapat digunakan untuk eksplorasi dasar perairan dalam menentukan klasifikasi tipe substrat," ujarnya.

Sedangkan instrumen akustik pasif adalah penggunaan alat perekam suara sebagai elemen utamanya. Instrumen akustik pasif dapat digunakan untuk mendapatkan karakteristik suara lingkungan dan biota bawah air.

"Selama ini belum ada data berapa jumlah ikan di laut Indonesia. Ke depan sebetulnya kita bisa hitung," ujarnya.

Profesor Sri menyebutkan telah ada penelitian, beberapa hasil deteksi dan kuantifikasi dari plankton, ikan, terumbu karang, dasar perairan, bioakustik mamalia dan ikan.

Ia memaparkan dengan teknologi akustik, hambur balik plankton yang merupakan organisme renik dan hidupnya mengikuti arus. Umumnya plankton hidup bergerombol, namun tidak menyebar merata.

Dia menyampaikan penelitian di Perairan Teluk Ambon, Teluk Yos Sudarso, laut Halmahera diperoleh nilai Sv yang tinggi di kolom perairan atas. Semakin besar nilai Sv maka akan menggambarkan gerombolan plankton tersebut semakin besar. Kekuatan hambur balik akustik suatu organisme sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik komposisi material penyusun tubuhnya.

Hambur balik akustik Ikan demersal dari hasil penelitian di Laut Jawa, Belitung, Nunukan menunjukkan sebaran nilai Sv ikan demersal di perairan dangkal lebih besar dibandingkan perairan dalam. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai hambur balik ikan tunggal.

Hambur balik akustik Ikan pelagis di Perairan Sikka, Teluk Cenderawasih dan Teluk Yos Sudarso menunjukkan semakin dalam perairan nilai densitas ikan semakin kecil.

Gerombolan ikan pelagis banyak ditemukan di kolom perairan atas (5-20 m). Range nilai Sv yang ada menggambarkan bahwa di lokasi penelitian memiliki biomassa yang kecil.

Hambur balik akustik terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu diperoleh nilai yang beragam, di mana kekasaran dari setiap tipe karang yang akan menentukan nilai hambur baliknya.

Nilai hambur balik tertinggi coral mushroom diikuti pasir, pacahan karang, coral massive, Acropora tabulate, karang mati dan Acropora branching.
 

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023