Jenewa (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (15/12) memperingatkan bahwa Republik Demokratik Kongo masih menghadapi risiko akibat wabah mpox saat negara tersebut mencatat 13.000 kasus suspek--tertinggi sejak 2020.

Belasan ribu kasus serta 600 lebih kematian dilaporkan sejak 1 Januari hingga pertengahan November, kata Kepala Teknis Urusan mpox WHO Rosamund Lewis saat konferensi pers PBB di Jenewa.

“Ini adalah jumlah kasus tahunan tertinggi yang dilaporkan dibanding dengan puncak sebelumnya 6.000 lebih kasus pada 2020,” katanya.

Lewis memperingatkan bahwa wabah mpox secara geografis telah meluas, termasuk ke provinsi-provinsi yang “sebelumnya tidak mendeteksi mpox.”

Menurut dia, kasus mpox telah dilaporkan di 156 zona kesehatan di 22 dari 26 provinsi.

“Muncul kebutuhan mendesak untuk berinvestasi dalam kapasitas mendeteksi, mengonfirmasi dan menanggulangi,” katanya.

Dia mengatakan pula bahwa WHO bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan mendukung distribusi pengumpulan sampel dan peralatan ke rumah sakit rujukan serta dukungan logistik.

“Wabah di Kongo menjadi pengingat tentang perlunya kolaborasi dan koordinasi global yang berkelanjutan untuk mengendalikan dan pada akhirnya membasmi penularan mpox dari manusia ke manusia,” katanya.

Tahun lalu WHO mengubah nama cacar monyet menjadi mpox dengan alasan nama penyakit tersebut memiliki “bahasa rasis dan stigmatisasi.”

Baca juga: Ahli pastikan Mpox tidak terdeteksi pada anak-anak di Indonesia
Baca juga: Kemenkes sebut kasus Mpox bagaikan fenomena gunung es
Baca juga: Ahli ungkap ciri-ciri lesi infeksi Mpox


Sumber: Anadolu

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023