Surabaya (ANTARA News) - Nasib "dualisme" Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak akan dibahas dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konperensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya pada 28-30 Juli, namun sejumlah ulama peserta acara itu akan sangat mungkin menggagas parpol baru di luar forum Munas/Konbes. "Saya dengar ada sejumlah ulama yang ingin membicarakan nasib PKB, tapi Munas dan Konbes NU tidak mengagendakan masalah politik praktis, sehingga mereka akan membahas secara non-formal. Mengingat mereka secara kebetulan bertemu di Surabaya, tapi saya tidak tahu dimana," kata Ketua PWNU Jatim, Dr KH Ali Maschan Moesa MSi di Surabaya, Rabu. Menurut Ketua Panitia Daerah Munas Alim Ulama dan Konbes NU itu, hal itu dipicu kekuatiran sejumlah ulama atas nasib PKB yang tidak ada kepastian. Padahal kasasi yang diajukan Ketua DPP PKB Drs H Choirul Anam (Cak Anam) ke MA seharusnya sudah ada jawaban paling akhir Juli. "Saya dengar ada dua kemungkinan yang dikuatirkan para ulama, yakni masalah PKB akan dibiarkan menggantung hingga injury time, sehingga tidak siap, atau bahkan dibiarkan tanpa penjelasan sehingga tidak bisa ikut Pemilu alias dibubarkan secara perlahan. Karena itu, ada kemungkinan para ulama itu akan menggagas partai baru," paparnya. Ditanya tentang sikap dirinya sebagai pejabat struktural NU, doktor alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menyatakan, dirinya memilih untuk membebaskan warga NU dalam aspirasi politik praktis. "Dulu, saya sebenarnya mengusulkan agar konflik PKB tidak dibawa ke pengadilan atau pemerintah, karena hal itu bukan tradisi NU, melainkan dibicarakan secara ger-ger-an (santai dan banyak tertawa). Namun usulan itu tidak direspon, karena mereka mengedepankan kepentingan masing-masing, bukan kepentingan warga NU," ungkapnya. Secara terpisah, Ketua Panitia Nasional Munas Alim Ulama dan Konbes NU Prof Dr KH Said Agil Siradj MA menegaskan bahwa PKB tidak dilahirkan NU, melainkan dilahirkan tokoh-tokoh NU yang tergabung dalam "Tim Lima", sehingga PKB secara organisatoris tidak ada hubungan formal dengan NU. "Karena itu, masalah politik praktis tidak akan dibahas dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Surabaya, apalagi NU sendiri merupakan ormas sosial keagamaan yang tidak ada kaitan dengan politik praktis sama sekali. NU justru akan membahas politik kebangsaan, seperti NKRI, Pancasila, Negara Agama, Rahmatan Lil Alama, dan sebagainya," tegasnya. Ketua PBNU itu mengakui, mayoritas pendukung PKB memang warga NU, tapi hal itu bukan tanggungjawab NU secara organisatoris. Ia menambahkan bahwa Munas Alim Ulama dan Konbes NU yang akan dibuka Wapres H Jusuf Kalla pada 28 Juli itu, justru akan mengihtiarkan "ukhuwah nahdliyyah" (persaudaraan sesama NU) melalui Silaturrahmi Ulama pada 27 Juli yang akan dihadiri ulama dan politisi NU dari PKB, PPP, Golkar, PKS, dan sebagainya. "Jadi, NU tidak akan mengurusi perbedaan yang ada, karena politik praktis itu merupakan perbedaan kepentingan, sehingga konflik akan selalu menyertai. Namun NU akan berkepentingan untuk mempertemukan mereka, agar mereka tetap dapat dipertemukan di dalam NU," katanya, didampingi Wakil Rois Syuriah PBNU KH Masyhuri Naim. Informasi yang diperoleh ANTARA News menyebutkan, sejumlah ulama dan tokoh NU seperti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Abdullah Faqih (ulama sepuh), dan ketua PKB dari dua versi yakni Drs H Choirul Anam (Cak Anam) dan Muhaimin Iskandar MSi akan hadir dalam Silaturrahmi Ulama pada 27 Juli dan pembukaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU pada 28 Juli.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006