Sudah digunakan selama lima tahun, dan hingga kini masih digunakan. Dan itu adalah kaki palsu dari sampah plastik yang pertama
Denpasar (ANTARA) - Berbagai jenis sampah plastik di Rumah Sakit Umum Negara Kabupaten Jembrana Provinsi Bali dapat diolah menjadi kaki palsu, seiring dengan peluncuran bank sampah di rumah sakit itu dan keterlibatan Yayasan Kaki Kita Se-Nusantara (YKKS).

"Dengan adanya bank sampah di RSU Negara, bisa bekerja sama dengan YKKS sehingga sampah-sampah di rumah sakit ini bisa kami olah menjadi kaki palsu untuk pasien yang kakinya diamputasi," kata Aditya selaku Ketua YKKS di Denpasar, Sabtu.

Peluncuran bank sampah sudah dilaksanakan bertepatan dengan HUT ke-89 RSU Negara yang diluncurkan oleh Bupati Jembrana I Nengah Tamba pada Jumat (15/12).

"I Nengah Tamba. Berarti di Indonesia, estimasi umur 20 tahunan sudah menderita diabetes," kata Aditya mengingatkan 15 sampai dengan 30 persen orang menderita diabetes berisiko diamputasi.

Aditya menjelaskan, Yayasan Kaki Kita Se-Nusantara memiliki tiga program utama. Pertama merawat luka diabetes, kedua membuat kaki palsu, dan ketiga mendaur ulang sampah plastik.

"Saat ini YKKS memiliki lima kamar untuk asrama dan terdapat delapan orang disabilitas yang diberdayakan untuk mengolah sampah. Dengan konsep ini, kami memiliki dampak bukan hanya mengolah sampah tetapi berdampak pada lingkungan maupun kesehatan," katar Aditya dalam keterangan tertulisnya itu.

Yang terbaru dari YKKS yakni membuat dan memproduksi kaki palsu dari sampah plastik. Proses kaki palsu dari sampah plastik telah digunakan oleh pasien YKKS dari Pulau Madura.

"Sudah digunakan selama lima tahun, dan hingga kini masih digunakan. Dan itu adalah kaki palsu dari sampah plastik yang pertama. YKKS juga pernah mengirim satu unit meja dan kursi ke sebuah restoran di Singapura yang semuanya bahan bahannya dari sampah," kata Aditya.

Ia mengharapkan RSU Negara setelah adanya bank sampah, dapat mengelola sampah dengan baik sehingga sampah bisa didaur ulang menjadi produk-produk yang bermanfaat untuk rumah sakit.

Misalnya, membuat papan sebagai bahan untuk membuat meja dan kursi, bahkan bisa juga digunakan untuk troli pasien. Proses pembuatan dicairkan pada suhu 250 derajat Celcius. Dengan suhu tersebut diharapkan bakteri bisa hilang sehingga produk menjadi higienis.

"Kami siap menjalin kerja sama dengan RSU Negara untuk mengolah sampahnya sehingga menjadi nilai ekonomis dan menjadi energi baru terbarukan," kata Aditya.

Sementara itu Direktur Utama PT Mulia Karfa Putu Ivan Yunatana mengatakan dengan peluncuran bank sampah, pihaknya siap mengambil dan mengolah sampah plastik di RSU Negara menjadi bahan yang bernilai ekonomis dan juga menjadi sumber energi.

"Sampah manakala berada di tangan orang yang salah maka akan menjadi masalah. Bila berada di tangan pelaku daur ulang, makan akan menjadi sirkular ekonomi dan energi baru terbarukan," kata Ivan Yunatana yang juga Founder Bali Waste Cycle.

Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Bali dan Nusa Tenggara ini juga menyampaikan pandangannya regulasi tentang pengelolaan sampah di Indonesia sudah cukup memadai.

Pada tingkat nasional sudah ada UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maupun turunannya berupa PP No 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik serta Permen 75 Tahun 2019 tentang Road Map Pengurangan Sampah Oleh Produsen. Sementara di tingkat lokal Bali ada Perda No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.

Lalu di era kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster ada turunannya berupa Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Kemudian didetailkan dalam Pergub 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan SK Gubernur Bali No 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa/Kelurahan dan Desa Adat.

"Semua regulasi sudah cukup memadai, tinggal bagaimana implementasi dari regulasi tersebut, baik dari pihak produsen, masyarakat penghasil sampah, pelaku daur ulang maupun pemerintah sendiri selaku regulator," katanya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023