"Tersangka ini sebenarnya tahun 2022 itu pernah tinggal di pengungsian Muara Batu, Aceh Utara, selama lebih kurang tiga atau empat bulan,"
Banda Aceh (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banda Aceh menyatakan Muhammed Amin (MA) warga etnis Rohingya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penyelundupan manusia (people smuggling) ke Indonesia pernah datang ke Aceh bersama rombongan Rohingya sebagai pengungsi pada 2022 lalu.

"Tersangka ini sebenarnya tahun 2022 itu pernah tinggal di pengungsian Muara Batu, Aceh Utara, selama lebih kurang tiga atau empat bulan," kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli, Senin.

Pada tahun itu, Fahmi menjelaskan, Muhammed Amin berhasil melarikan diri dari penampungan sementara di Aceh Utara, menuju Dumai, Provinsi Riau. Kemudian juga berhasil menyeberang ke negara Malaysia untuk mencari pekerjaan.

"Dan (Muhammed Amin, red) bekerja di Malaysia sekitar tujuh bulan," kata Kombes Pol Fahmi.

Setelah bekerja di Malaysia, lanjut Fahmi, Muhammed Amin kemudian kembali ke camp pengungsian Cox's Bazar, di Bangladesh. Kemudian menghimpun para warga Rohingya yang ingin keluar dari pengungsian menuju ke Indonesia.

"Dia kembali ke Cox's Bazar, kemudian menghimpun orang-orang (Rohingya) ini, termasuk anak-anak dan istri yang dibawa dan (10/12) kemarin terdampar (di Aceh Besar) sebanyak 137 orang," ujarnya.

Pada saat pendaratan itu, menurut Kapolres, Muhammed Amin bersama seorang Rohingya lain berinisial AH langsung memisahkan diri dari kelompok Rohingya itu. Namun, kemudian keduanya berhasil diamankan warga setempat dan diserahkan ke kantor kepolisian setempat.

Saat ini, Muhammed Amin telah ditetapkan menjadi tersangka dugaan tindak pidana penyeludupan manusia ke Indonesia oleh Polresta Banda Aceh. Ia dijerat dengan Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Kata Kombes Pol Fahmi, tersangka Muhammed Amin merupakan agen langsung yang membawa rombongan 137 etnis Rohingya, termasuk dirinya, ke Indonesia. Setiap warga etnis Rohingya itu harus membayar 100-120 ribu taka atau sekitar Rp14-16 juta per orang sebagai "tiket".

"Jadi tersangka MA mengumpulkan (uang dari warga Rohingya), kemudian menyetor kembali kepada Yunus di Bangladesh. Jadi kami temukan itu di (video) dalam handphone yang bersangkutan (Muhammed Amin)," katanya.

Menjadi agen yang membawa Rohingya ke Indonesia, kata Kapolres, keuntungan bagi tersangka Muhammed Amin yaitu dirinya bersama istri dan dua anaknya tidak dikenakan biaya atau gratis, untuk keluar dari camp Cox's Bazar Banglades dengan menumpangi kapal menuju Indonesia.

"Jadi kapal (Rohingya) itu tidak gratis. Kapal itu dibeli sebesar 2 juta taka atau sebesar Rp280 juta. Uangnya didapatkan dari mana, dari uang dikumpulkan untuk menghimpun dan diberangkatkan ke Indonesia," ujarnya.

Hingga kini, selain Muhammed Amin dan beberapa orang saksi yang masih ditahan di Mapolresta Banda Aceh, warga etnis Rohingya lainnya yang mendarat di Pantai Dusun Blang Ulam, Desa Lamreh Aceh Besar itu masih berada di parkiran bawah tanah Balai Meseuraya Aceh (BMA) di Banda Aceh.

Para Rohingya itu telah menerima berbagai penolakan masyarakat Aceh pasca pendaratan. Mulai dari warga Lamreh Aceh Besar, warga di kawasan Scout Camp Pramuka di Pidie, warga Ladong Aceh Besar hingga warga Kota Baru, Banda Aceh.

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023