tetapi pasti demi kemanusiaan (akan) ditolong
Jakarta (ANTARA) -
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Pemerintah Indonesia tidak akan lagi membangun rumah penampungan sementara bagi pengungsi etnis Rohingya karena beberapa alasan.

Usai menghadiri Rembuk Nasional Sahabat Saksi dan Korban untuk Indonesia 2023 di Bogor, Jawa Barat, Rabu, Mahfud mengatakan jumlah pengungsi etnis Rohingya terus bertambah karena adanya jaringan mafia tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Jaringan mafia TPPO tersebut, menurut Mahfud, dengan sengaja mengirimkan pengungsi etnis Rohingya ke Indonesia untuk kemudian diberangkatkan lagi ke negara lain.

"Ada mafia TPPO-nya, yang kemarin sudah ditangkap. Jadi, mereka sengaja ngajak ke sini (Indonesia), nanti dikirim ke mana-mana. Itu untuk jadi pekerja ilegal, dilarikan dulu ke Indonesia, karena tahu orang Indonesia baik-baik," kata Mahfud.

Akibatnya, tempat penampungan yang disediakan Pemerintah di berbagai tempat sudah penuh seiring dengan terus bertambahnya jumlah pengungsi etnis Rohingya ke Indonesia.

Baca juga: Wali Kota: Tempat bagi pengungsi terbatas di Pekanbaru

Alasan lain, lanjut Mahfud, masyarakat lokal, seperti di Aceh, yang hidup berdampingan dengan para pengungsi etnis Rohingya juga sudah menyampaikan penolakan.

"Jadi, penampungan sudah penuh sekarang. Meskipun baik masyarakat lokalnya, seperti Aceh, itu menolak. Sehingga kami (Pemerintah) tidak bangunkan lagi, tetapi pasti demi kemanusiaan (akan) ditolong," jelasnya.

Oleh karena itu, dia mengatakan Pemerintah masih dalam tahap mengkaji terkait pencarian lokasi lain untuk menampung para pengungsi etnis Rohingya.

"Sekarang sudah ditampung sementara, tetapi yang lebih sementaranya, mungkin agak menengah, ini masih dibicarakan, dicari tempatnya, dicari biayanya, dan sebagainya," ujar Mahfud.
 
Baca juga: Wapres: Indonesia pelajari dugaan perdagangan orang dalam isu Rohingya
Baca juga: Mahfud soal Rohingya: Kami sedang kumpulkan 3 provinsi untuk rapat

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023