Haidong (ANTARA) - Di tengah suhu udara di bawah nol, tim penyelamat mengevakuasi korban gempa yang mengguncang sebuah daerah terpencil di Provinsi Gansu, China, pada Senin (18/12).

Gempa berkekuatan magnitudo 6,2 yang melanda Jishishan di dekat perbatasan Gansu-Qinghai itu terjadi satu menit sebelum tengah malam. Warga yang ketakutan keluar dari rumah mereka.

Bencana itu merusak jalan, listrik, saluran air, dan lahan pertanian, serta memicu longsor dan banjir lumpur.

Hingga Rabu pagi pukul 09.00 (08.00 WIB), 113 orang ditemukan tewas di Ganzu, sedangkan 782 orang lainnya terluka, kata pihak berwenang.

Jumlah korban jiwa di provinsi sebelah, Qinghai, bertambah menjadi 18 dan jumlah korban luka menjadi 198 orang hingga Rabu pukul 05.30 waktu setempat.

Sebanyak 78 orang ditemukan masih hidup di Gansu, wilayah tempat operasi penyelamatan berakhir pada Selasa (19/12) sore, menurut media China.

Upaya kini difokuskan pada perawatan korban luka-luka dan memberi tempat berlindung bagi warga yang telah menghadapi musim dingin selama beberapa bulan.

Belum ada informasi apakah pencarian korban di Qinghai juga telah dihentikan.
Di Gansu, lebih dari 207.000 rumah hancur, hampir 15.000 rumah roboh, dan lebih dari 145.000 orang terdampak.

Lebih dari 128.000 barang kebutuhan darurat, seperti tenda, selimut, lampu tenda, dan ranjang lipat telah dibagikan, sedangkan makanan seperti bakpao dan mie instan disediakan bagi para korban.

Daerah yang dilanda gempa adalah zona transisi geografis di tengah dua dataran tinggi, yang terletak di ketinggian 1.800 hingga 4.300 meter dengan topografi yang "sangat kompleks", menurut siaran CCTV.

Upaya pemulihan dari bencana itu terganggu dengan gelombang udara sangat dingin yang melanda sebagian besar China sejak pekan lalu.

Suhu di sekitar pusat gempa di Gansu anjlok hingga minus 15 derajat Celcius pada Selasa malam.

Dengan mengutip para ahli, media lokal melaporkan bahwa orang yang terperangkap di bawah reruntuhan dan terpapar suhu minus 10 Celcius tanpa bantuan berisiko terkena hipotermia dan mungkin hanya bisa bertahan hidup 5 hingga 10 jam jika tidak terluka.

Di Haidong, Qinghai, yang terkena gempa, warga bernama Du Haiyi (21 tahun) mengatakan rumah keluarganya sudah rata dengan tanah.

Dia mengatakan kepada Reuters bahwa dirinya berhasil menyelamatkan ibu dan adik perempuannya yang berusia 16 tahun dari bawah reruntuhan pada malam gempa.

"Orang tua saya ditarik dari bawah sini, tetapi saya tak tahu bagaimana (mereka selamat)," kata Du. "Kami lari ke mana saja kami bisa."

Pekerja lepas itu mengatakan keluarganya yang terdiri dari tujuh orang tidur di tempat terbuka tanpa makanan atau selimut yang memadai dalam tenda yang disediakan pemerintah setempat.

Tanpa Tempat Bernaung di Musim Dingin

Mereka yang kehilangan rumah akibat gempa itu tidak punya pilihan selain tinggal di lapangan dan membakar jerami gandum untuk menghangatkan diri.

Satu keluarga dengan tujuh orang berlindung di dalam mobil saat malam karena tenda darurat diprioritaskan bagi orang tua dan anak-anak, menurut Beijing Youth Daily.

Di Qinghai, dalam radius 50 km dari pusat gempa, bencana itu berdampak pada 22 kota kecil dan desa. Dua desa di antaranya mengalami kerusakan paling parah.

Kecamatan Minhe di Haidong sebelumnya mencatat 20 orang hilang di kedua desa itu. Longsor di sana menyeret banyak bangunan dengan lumpur coklat.

Operasi SAR dan penyediaan tempat mengungsi menjadi sulit karena lumpur menghalangi jalan-jalan utama, kata media pemerintah seraya menayangkan rekaman buldoser sedang membersihkan lumpur dan puing.

"Kami telah menyediakan mantel dengan kapas ekstra, seperti mantel militer, juga beberapa barang lain seperti alat pemanas," kata Wu Saying, relawan penyelamat di Haidong.

Pasokan makanan juga menjadi masalah.

"Saya tak makan apa-apa kemarin, dan hari ini saya makan makanan yang tersisa di rumah," kata Bao Yinzi (53 tahun). "Panci terkubur, mangkok terkubur. Tak ada yang tersisa."

Gempa Susulan

Dingin yang membeku bukan satu-satunya masalah yang dihadapi tim penyelamat dan pihak-pihak terkait lainnya.

Biro Seismologi Provinsi Gansu mengatakan analisis komprehensif menduga gempa kuat dengan magnitudo 5 masih mungkin terjadi di sekitar daerah itu dalam beberapa hari mendatang, berdasarkan karakteristik gempa pada Senin, riwayat aktivitas seismik, dan faktor-faktor lainnya.

Gempa-gempa susulan akan terus dipantau agar bisa memberikan peringatan dini, kata kantor berita resmi Xinhua yang mengutip wakil direktur biro itu.

Wu, sang relawan, mengatakan warga yang rumahnya rusak parah diberi tenda. Dia mengaku khawatir dengan gempa susulan.

Hingga Rabu pagi, telah terjadi dua gempa susulan dengan magnitudo 4,0 dan lebih, serta delapan gempa susulan dengan magnitudo 3,0 dan lebih, kata Pusat Jaringan Gempa Bumi China.

Gempa di Jishishan, Gansu, tercatat pada kedalaman 10 km, yang terbilang dangkal menurut para ahli.

Kedalaman gempa sedangkal itu bisa menyebabkan kerusakan yang signifikan, kata Xinhua yang mengutip seorang insinyur di Pusat Jaringan Seismologi China.

Gempa adalah hal yang biasa terjadi di Provinsi Gansu, yang berada di batas timur laut dari dataran tinggi Qinghai-Tibet yang aktif secara tektonik.

Gempa terdahsyat di China dalam beberapa dasawarsa terakhir terjadi pada 2008, ketika guncangan berkekuatan magnitudo 8,0 melanda Sichuan dan menewaskan hampir 70.000 orang.

Sumber: Reuters

Baca juga: China kerahkan pesawat nirawak dalam penyelamatan darurat gempa Gansu

Baca juga: Korban meninggal akibat gempa di Gansu dan Qinghai lebih 130 orang


 

Cerita perjuangan korban selamat gempa Sichuan bertahan hidup 17 hari

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023