Surabaya (ANTARA News) - Tim kuasa hukum pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (Kaji), mendesak Polda setempat mengusut kasus dugaan politik uang (money politic) yang dilakukan oleh pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) di Madura. "Sudah sebulan yang lalu kami melaporkan temuan itu, makanya kami minta agar polisi segera mengusut tuntas," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Kaji, Makruf Syah, SH di Mapolda Jatim, Senin. Saat mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Jatim, Makruf dan kawan-kawan membawa bukti berupa surat kontrak program yang ditandatangani Soekarwo dengan Sekertaris Asosiasi Kepala Desa Jatim, M. Moezamil tertanggal 15 Juni 2008. Dalam surat tersebut, Soekarwo berjanji akan memberikan uang tunai secara berjenjang kepada masing-masing kepala desa yang mampu menyumbangkan suara dalam Pemilihan Gubernur Jatim putaran pertama dan kedua. Bagi kepala desa yang mampu menyumbangkan suara 51 hingga 60 persen akan mendapatkan uang tunai dari pasangan Karsa sebesar Rp50 juta hingga Rp70 juta. Selanjutnya kepala desa yang mampu menyumbangkan suara 61 hingga 70 persen berhak atas uang tunai Rp70 juta hingga 80 juta. Kepala desa yang membantu perolehan suara pasangan Karsa antara 71 hingga 80 persen berhak atas uang tunai Rp80 juta hingga 100 juta dan kepala desa yang bisa memenangkan pasangan Karsa dengan raihan suara 81 hingga 100 persen langsung mendapatkan uang tunai Rp100 juta hingga 150 juta. "Kontrak program ini kami temukan di 22 desa di Madura pada bulan Agustus lalu," kata Makruf mengungkapkan. Sebelumnya dia melaporkan temuannya itu kepada Panwaslu Provinsi Jawa Timur dan Bawaslu. "Mudah-mudahan nanti ada kesamaan pandangan antara Panwalu dan Bawaslu dengan Polda Jatim mengenai hal itu," katanya berharap. Menurut dia, jika mengacu pada Undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, maka pasangan yang terbukti melakukan praktik politik uang bisa dinyatakan gugur. "Apalagi ini buktinya cukup kuat, ada hitam di atas putih dan ditandatangani di hadapan notaris. Jadi tidak ada alasan bagi aparat penegak hukum untuk tidak menindaklanjuti kasus ini," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009