Jakarta (ANTARA) - Tim Pemenangan Nasional (TPN) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan moderator acara untuk bersikap tegas dalam menerapkan aturan selama debat calon presiden dan calon wakil presiden.

"Moderator itu perlu dipertegas, kok, yang selalu direm atau ditegur selalu suporter? Ini apa dia tidak punya traffic untuk menegur para kandidat? Seperti intervensi ke Pak Mahfud Md.?" kata Ketua Tim Penjadwalan TPN Aria Bima dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

Aria menyoroti baik moderator maupun KPU belum bersikap tegas dalam aturan yang disepakati selama debat berlangsung. Belajar dari dua debat pertama, masih banyak perilaku para calon wakil presiden (cawapres) yang dinilai melanggar aturan. Salah satunya adalah berjalan maju mendekati podium lawan ataupun memanas-manasi penonton untuk bersorak.

Hal tersebut membuat pihak TPN mempertanyakan kewenangan moderator dalam memandu berjalannya debat sebab moderator dinilai selalu fokus menegur penonton alih-alih mengingatkan peserta selama berada di atas panggung.

Belum lagi, kata dia, moderator seperti membebaskan lawan untuk mempertanyakan isu lain yang menjadi konten dalam debat berikutnya seperti soal karbon.

"Pak Mahfud sampai tanya ke belakang apakah boleh maju? Saya bilang kami tetap pakai aturan tidak boleh. Semacam ini 'kan moderator bisa saja tidak tahu kalau (peserta) tidak boleh maju," ucapnya.

Oleh sebab itu, pada debat berikutnya, Aria mengaku akan meminta perwakilannya secara substansif bertanya kepada penyelenggara boleh tidaknya moderator mengintervensi paslon lain saat hal serupa terulang kembali. Hal itu termasuk penggunaan singkatan kata yang dirasa dijadikan sebagai cara menekan lawan untuk berbicara atau menjawab pertanyaan panelis.

Meski demikian, Aria menekankan bahwa seluruh jajarannya akan terus mematuhi aturan KPU guna menjaga debat berjalan kondusif.

"Silakan tidak apa-apa, nanti akan saling menjebak soal singkatan. Semua akan mencari, dibolehkan cari singkatan yang mungkin berlaku umum atau di dunia akademis atau singkatan di anak milenial 'kan macam-macam kalau itu dibolehkan," ujar pria yang juga menjadi politikus senior PDI Perjuangan itu.

Baca juga: Arsjad Rasjid sosialisasi cara coblos Ganjar-Mahfud di Karawang
Baca juga: Anies janji bawa keadilan bagi pelaku usaha Pantura terdampak tol
Baca juga: TPN sarankan duta besar punya wawasan perekonomian bangsa yang kuat


Hal yang sama juga disoroti oleh Deputi Politik 5.0 TPN Andi Widjajanto. Ia mempertanyakan apakah penggunaan kata singkatan seperti State of the Global Islamic Economy (SGIE) boleh digunakan untuk menyerang kandidat lain dalam debat.

Ia menyayangkan akibat singkatan tersebut, Calon Wakil Presiden RI Muhaimin Iskandar harus kehilangan banyak waktu untuk menjawab pertanyaan inti karena sibuk membahas arti singkatan tersebut.

Andi menilai hal itu dapat menyebabkan kualitas debat capres dan cawapres menurun dan menghilangkan substansi debat.

"Nanti jadinya kita punya wakil presiden (wapres) singkatan, siapa yang jadi wapres adalah yang hafal singkatan. 'Kan jadi repot kita memiliki kriteria baru," ucap Andi.

Sebelumnya, dalam debat kedua cawapres yang diselenggarakan di Jakarta Conventional Center (JCC), Jakarta, Jumat (22/12), Gibran Rakabuming Raka tersorot kembali mengulang tindakan menyemangati pendukungnya untuk bersorak sorai saat menjawab pertanyaan kandidat cawapres lainnya.

Sementara itu, Muhaimin Iskandar terlihat bergerak maju mendekati podium dan berjalan ke arah calon lain.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023