apabila ditinjau lebih dalam, RUU Advokat belum sama sekali menjamin profesionalitas, independensi, dan akuntabilitas profesi advokat, antara lain pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN).
Semarang (ANTARA News) - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai ketentuan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (RUU Advokat) belum menjamin profesionalitas, independensi, dan akuntabilitas advokat.

"Dari naskahnya terlihat jelas bahwa RUU Advokat bukan merupakan RUU perubahan, melainkan RUU penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat," kata Miko Susanto Ginting, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), melalui pesan elektroniknya kepada ANTARA di Semarang, Kamis.

Miko mengemukakan hal itu terkait dengan keputusan Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (12/7), yang menyetujui RUU Advokat menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI.

RUU Advokat oleh DPR, kata Miko, diharapkan menjadi pintu masuk bagi pembentukan profesi advokat yang mandiri, profesional, dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya sebagai profesi yang mulia (officium nobile).

"Namun, apabila ditinjau lebih dalam, RUU Advokat belum sama sekali menjamin profesionalitas, independensi, dan akuntabilitas profesi advokat, antara lain pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN)," katanya.

Tujuan pembentukan DAN itu, menurut Miko, mengarah pada terbentuknya suatu "bar council" sebagai atap dari organisasi-organisasi advokat yang bertugas untuk meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan kemahiran serta menetapkan standardisasi pendidikan advokat.

"Akan tetapi, masih menjadi pertanyaan sejauh mana kemampuan DAN dalam mengonsolidasikan organisasi-organisasi advokat?" katanya.

Di tengah banyak dan besarnya kewenangan organisasi advokat yang ada, termasuk tidak adanya larangan advokat yang telah diberhentikan menjadi anggota organisasi advokat lain, menurut dia, efektivitas dan pengawasan DAN masih diragukan akan berjalan optimal.

Selain itu, mekanisme pemilihan calon anggota DAN melalui DPR RI atas rekomendasi Presiden, termasuk pembiayaan yang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini, menurut Miko, rentan terhadap kemandirian advokat.

Menyinggung perlindungan klien atau penerima jasa hukum, Miko mengemukakan bahwa perlindungan klien dalam RUU Advokat dapat dikatakan minim sekali. Misalnya, tidak adanya pengaturan mengenai transparansi komponen biaya jasa hukum.

"Hanya terdapat klausul mengenai hak advokat untuk mendapatkan honorarium berdasarkan kesepakatan dengan klien. Selain itu, tidak terdapat pengaturan mengenai mekanisme pengaduan oleh klien terhadap advokat yang bertindak tidak profesional (unprofessional conduct)," paparnya.

Begitu pula, penegasan status dan hak advokat. Di dalam UU Advokat menyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum, sementara dalam RUU Advokat kedudukan advokat adalah sebagai pilar penegakan hukum.

Penegasan terhadap status itu, kata dia, berhubungan dengan hak advokat. Dalam RUU Advokat dinyatakan bahwa salah satu hak advokat adalah memperoleh informasi, data, dan dokumen lain, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain, untuk kepentingan pembelaan kliennya.

Miko lantas menekankan,"Perlu kehati-hatian dan kecermatan dalam merumuskan lebih lanjut mengenai hak advokat sebagai penegak hukum ini. Hak yang identik dengan kewenangan penegak hukum ini membuka celah besar advokat menjadi perantara dari suatu tindak pidana (crimes intermediary)."

Di samping itu, hak advokat ini juga dapat bertentangan dengan undang-undang lainnya, misalnya UU Perbankan.

Hal lain, masih kata Miko, soal eksistensi advokat asing. Undang-Undang Advokat mendelegasikan pengaturan tentang advokat asing ke dalam peraturan menteri, sedangkan RUU Advokat menempatkannya melalui peraturan pemerintah (PP).

Perubahan jenis dan bentuk produk hukum itu, menurut dia, tidak solutif terhadap akar permasalahan. Kehadiran dan bentuk kerja sama antara kantor hukum asing dan Indonesia belum diatur sama sekali.

Pengaturan yang minim itu juga belum memuat mengenai peran, tugas, dan fungsi dari pihak-pihak yang memiliki wewenang terhadap keberadaan advokat asing dan kantor hukum asing.

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013