Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menegaskan dana bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat (AS) sebesar 750 ribu dolar AS untuk Satuan Tugas Penanganan Perkara Terorisme dan Kejahatan Lintas Negara murni bersifat hibah dan tidak mengikat. "Terkait dana hibah tersebut, pada dasarnya seperti yang pernah saya katakan, kalau hibah tidak mengikat siapa pun para donornya, tentu kita terbuka," kata Wakil Jaksa Agung RI, Basrief Arief kepada wartawan di Jakarta, Kamis. Pada Senin (24/7), Jaksa Agung RI Abdul Rahman Saleh melantik 32 anggota Satuan Tugas Penanganan Perkara Terorisme dan Kejahatan Lintas Negara yang didirikan dari bantuan hibah dari AS senilai 750 ribu dolar AS yang diberikan Dubes AS untuk Indonesia, Lynn B. Pascoe kepada Jaksa Agung RI pada 12 September 2005. Sejumlah pihak, di antaranya Ketua DPR RI Agung Laksono mempertanyakan hibah AS itu, terkait kekhawatiran terhadap adanya maksud tertentu atau intervensi asing dalam penanganan perkara oleh Satgas tersebut. Wakil Jaksa Agung menjelaskan, dalam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) maupun pembicaraan dengan Pemerintah AS selaku negara donor sama sekali tidak disinggung masalah intervensi. "Tidak ada bargaining apapun dari pemberian tersebut," kata Basrief. Menurut dia, pemberian hibah itu semata-mata karena AS ingin membantu Indonesia dalam meningkatkan kualitas SDM terkait pemberantasan kejahatan lintas negara. Selain itu, bentuk bantuan yang diberikan antara lain berupa studi banding dan pelatihan. "Anggaran yang tersedia belum ada untuk itu, sementara kita harus mengejar ketertinggalan. Ada yang memberi bantuan tanpa mengikat ya kita terima," kata Wakil Jaksa Agung. Basrief menjelaskan, Satgas Penanganan Perkara Terorisme dan Kejahatan Lintas Negara dibentuk sebagai salah satu agenda pembaruan organisasi dan tata kerja kejaksaan. Menurut dia, ada lima hal yang dilakukan terkait pembentukan Satgas Penanganan Perkara Terorisme dan Kejahatan Lintas Negara, yaitu pengorganisasian satgas itu, sarana dan prasarana, peralatan khusus, pelatihan serta studi banding. Wakil Jaksa Agung Basrief Arief yang membidani pembentukan Satgas Penanganan Perkara Terorisme dan Kejahatan Lintas Negara memerinci, kejahatan lintas negara terdiri atas pencucian uang, kejahatan dunia maya (cyber crime), trafficking (perdagangan obat-obatan hingga perdagangan manusia), berbagai kegiatan ilegal (illegal fishing hingga illegal logging). Beberapa waktu lalu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, pemberantasan perkara kejahatan lintas negara bukan dalam arti kerja sama politik, melainkan kerjasama penegakan hukum dengan dasar undang-undang yang dianut sistem hukum Indonesia dan konvensi-konvensi PBB yang diratifikasi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006