Jakarta (ANTARA) - Kelompok Roro Jonggrang dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) meraih juara pertama pada program Simposium Pengembangan Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI) dalam bidang spektrum frekuensi radio yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Ismail secara daring saat membuka kegiatan mengingatkan pentingnya pengelolaan spektrum frekuensi radio sebagai sumber daya yang terbatas merujuk standar internasional, melansir siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.

"Ruang ini perlu didiskusikan agar penempatan AI efektif dan bermanfaat. Dan tentu kita harus menemukan AI sendiri ditopang dengan berbagai macam teknologi pada proses visualisasi hingga proses AI ini berkembang sejalan perkembangan teknologi," ujar Ismail.

Baca juga: Bambang Pramujati terpilih sebagai Rektor ITS periode 2024-2029

Program yang bertujuan berbagi pengalaman serta pengetahuan mengenai implementasi teknologi AI, khususnya dalam mendukung pelayanan publik itu dilaksanakan secara langsung di Surabaya, Kamis (21/12). Mendukung pengembangan kecerdasan buatan, kegiatan ini dimoderasi oleh AI bernama Saidah dan diikuti oleh sejumlah mahasiswa dari ITS, ITTS, UNAIR, UPN Veteran Jatim, PENS, Unismuh Surabaya, UNESA dan asosiasi bidang telekomunikasi.

Selain ITS yang meraih posisi pertama, posisi juara dua diraih kelompok UNESA 2 dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) dan juara ketiga adalah kelompok Restu Emak dari Institut Teknologi Telkom Surabaya (ITTS). Para pemenang ajang tersebut memberikan alasan mengangkat isu terkait pemanfaatan AI dalam pengelolaan SFR.

"Ekstrasi data itu perlu pada proses perizinan maka dari itu kami membuat suatu proses menjadi lebih cepat dengan ekstraksi data secara otomatis menggunakan OCR dan enalty. Manfaatnya memudahkan dari sisi perizinan kominfo agar prosesnya lebih cepat," kata Muhammad Ali Akbar dari ITS.

Sementara itu Raissa Alfatikarani dari UNESA menjelaskan bahwa kelompok mereka memilih proyek pelayanan tersebut karena memang pengaduan interferensi sering terjadi di layanan operator.

"Kami memilih ini agar lebih efisiensi user atau masyarakat untuk melakukan pengaduan dan juga melakukan perpanjangan ISR atau izin radio. Manfaatnya akan lebih mudah efisiensi waktu untuk user agar mereka tidak perlu lagi datang ke kantor untuk melakukan pengaduan dan perpanjangan ISR,” ujar Raissa.

Baca juga: Mahasiswa Indonesia raih 'Student of the Year' Universitas Rusia

Sedangkan perwakilan dari ITTS Muhammad Dwi Cahyo mengatakan bahwa frekuensi anomali sangatlah mengganggu, apalagi zaman sekarang manusia bergantung pada frekuensi untuk berkomunikasi ataupun melakukan pekerjaan lainnya. Adanya alat pendeteksi anomali menggunakan AI diharapkan dapat membuat orang-orang dapat lebih disiplin dalam menggunakan frekuensi sehingga tidak mengganggu orang-orang yang sudah memiliki izin.

"Manfaatnya bagi user menjadi tidak ada gangguan sehingga pekerjaan menjadi lancar, menjadikan lebih efisien. Dengan adanya AI dapat memantau selama 24 jam, tidak selalu satu persatu untuk melaporkan adanya anomali," kata Muhammad Dwi Cahyo.

Ismail juga menegaskan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika harus menjadi contoh terdepan dalam pemanfaatan AI dan berharap kegiatan itu dapat menghasilkan suatu input yang konkret agar pemanfaatan AI di dalam spektrum frekuensi radio bisa diimplementasikan dengan baik.

Hadir sebagai narasumber dalam ajang tersebut Guru Besar Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Titon Dutono yang memaparkan materi pemanfaatan spektrum frekuensi radio dalam kehidupan manusia. Titon menegaskan bahwa perlu adanya peningkatan proses pembelajaran yang terus menerus dengan cara membumikan teori menjadi lebih aplikatif.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Monash University Taufiq Asyhari memberikan materi tentang 5G Connected Forest. Ia menjelaskan konektivitas 5G yang muncul di masa depan. 

Baca juga: AI dan tantangan media massa yang kian pelik

Baca juga: Peneliti di Denmark dalami AI yang bisa prediksi waktu kematian

Baca juga: Gen Z jadi kelompok yang paling banyak mengenal dan memanfaatkan AI

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023