Kabupaten Bogor (ANTARA) - Kampanye Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait penyakit demensia yang merupakan prioritas kesehatan masyarakat mesti dipublikasikan secara luas, kata salah satu ahli penyakit saraf (neurolog) Indonesia, dr Andreas Harry SpS (K).

"Sebaiknya bagaimana cara mencegah demensia (kepikunan) perlu dipublikasi ke seluruh pelosok tanah air," katanya dalam penjelasan kepada ANTARA di Bogor, Kamis.

Diminta tanggapan mengenai pernyataan WHO terkait demensia, neurolog lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur itu menjelaskan bahwa 20 tahun ke depan demensia sangat meningkat prevalensinya, baik di negara Barat maupun di Indonesia.

"Padahal 2045 adalah target Indonesia adil dan makmur melalui pencapaian Indonesia Emas," katanya.

Indonesia Emas adalah konsep di mana pada tahun 2045 mendatang, Indonesia genap berusia 100 tahun atau satu abad.

Baca juga: Merawat jiwa raga dengan tetap produktif di usia senja

Baca juga: Studi: Konsumsi stroberi setiap hari kurangi risiko demensia


Pada tahun tersebut, ditargetkan Indonesia sudah menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia.

Dengan demikian, kata anggota International Advance Research Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu, maka salah satu tantangan dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) adalah mencegah agar penyakit demensia bisa ditangani sejak usia produktif.

Ia melihat kampanye dan sosialisasi mengenai bagaimana menangani demensia selama ini belum optimal dan harus ditingkatkan lagi oleh pemerintah.

"Dengan seruan WHO itu, tentu bisa menjadi pendorong untuk meningkatkan sosialisasi dan publikasinya," kata Andreas Harry.


Informasi mengenai status penyakit demensia yang dipublikasikan oleh WHO. (ANTARA/HO-WHO.org)
  WHO dalam informasi yang dipublikasikan menyatakan demensia merupakan prioritas kesehatan masyarakat.

Gejala-gejala dari demensia yang disampaikan di antaranya kesulitan dengan tugas sehari-hari, kebingungan di lingkungan yang akrab, kesulitan dengan kata-kata dan angka, hilang ingatan serta perubahan "mood" dan perilaku.

Dalam laporan yang dirilis dengan judul "Dunia Gagal Mengatasi Tantangan Demensia" pada 2 September 2021, WHO menyatakan hanya seperempat negara di seluruh dunia yang memiliki kebijakan, strategi, atau rencana nasional untuk mendukung penderita demensia dan keluarganya.

Menurut laporan status global mengenai respons kesehatan masyarakat terhadap demensia, WHO menyatakan separuh dari negara-negara ini berada di wilayah Eropa, dan sisanya dibagi ke wilayah lainnya.

Namun bahkan di Eropa, banyak rencana yang sudah habis masa berlakunya dan hal ini menunjukkan perlunya komitmen baru dari pemerintah.

Baca juga: Neurolog: Instrumen alat musik bisa jadi terapi pendukung demensia

Baca juga: BPJS temukan kenaikan kasus demensia dan alzheimer hingga 87 persen
 

   

Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024