Khartoum (ANTARA News) - Pertempuran yang melibatkan dua suku Arab menewaskan 100 orang di daerah Darfur, Sudan.

Pertempuran kelompok suku Rezeigat dengan seterunya, Maaliya, terjadi di dekat Adila, negara bagian Darfur Timur pada Sabtu.

"Kami terlibat pertempuran dengan Maaliya... dan menghancurkan satu kompleks mereka dan menewaskan 70 orang anggota mereka," kata satu sumber Rezeigat, yang menolak dikutip namanya.

"Ketegangan masih tinggi dan para anggota dari kedua pihak berkumpul," kata sumber itu.

Kedua pihak mengatakan para petempur menggunakan kendaraan Land Cruiser, sementara Maaliya menuduh musuh-musuh mereka menggunakan "senjata-senjata berat"--satu tuduhan yang biasa dilontarkan dalam perang suku Darfur.

Sumber Maaliya mengemukakan kepada AFP, "Kami masih memperkirakan akan terjadi lagi pertempuran hari ini."

Ia mengatakan Rezeigat "menyerang" dan membakar desa-desa.

Sumber Maaliya menolak mengatakan berapa jumlah anggota sukunya tewas tetapi mengatakan kelompoknya "membunuh 40" musuh mereka.

Pertempuran antar-suku dan antar-etnik menjadi sumber utama dari kekerasan di Darfur tahun ini, di mana sekitar 300.000 orang terlantar dalam lima bulan pertama saja, kata misi pemeliharaan perdamaian Uni Afrika-PBB di Darfur (UNAMID).

Darfur Timur relatif bebas dari pertempuran antarsuku, banyak kekerasan terjadi di Darfur utara dan barat.

Pada akhir bulan lalu di negara bagian Darfur Utara, satu cabang lain suku Rezeigat menandatangani satu perjanjian perdamaian untuk mengakhiri satu konflik terpisah dengan kelompok saingannya warga Arab dari kelompok Beni Hussein.

Sejumlah anggota parlemen mengatakan pertempuran mereka menewaskan ratusan orang dalam beberapa pekan lalu.

Suku Arab Misseriya dan Salamat kurang dari dari dua pekan lalu mengumumkan mereka telah mencapai satu gencatan senjata sementara dalam konflik lain, setelah pertempuran yang menurut salah seorang dari mereka menewaskan lebih dari 200 orang.

Pertempuran itu mencerminkan dinamika yang berubah dari konflik puluhan tahun di mana kata para pemantau, pemerintah tidak dapat lagi menguasai bekas sekutu-sekutu Arabnya yang dikenal sebagai Janjaweed.

Dengan situasi yang berubah,Dewan Keamanan PBB bulan lalu meyerukan peninjauan missi perdamaian UNAMID.

Para warga non-Arab di Darfur memulai pemberontakan 10 tahun lalu terhadap apa yang mereka anggap sebagai dominasi kekuasaan dan kekayaan Sudan oleh para elit Arab.

Menanggapi itu, pemerintah yang didukung milisi Janjaweed mengejutkan dunia dengan kekejaman yang dilakukan terhadap mereka (suku bukan Arab).

Tetapi para pengamat memperingatkan sejak paling tidak tahun 2010 bahwa hubungan memanas antara Khartoum dan suku-suku Arab yang dipersenjatainya untuk memerangi pemberontak.

Sengketa antarsuku muncul akibat konflik menyangkut sumber-sumber alam termasuk tanah, air dan hak tambang, kata para pengamat.

Satu sumber Rezeigat mengatakan aksi kekerasan terbaru itu menyangkut masalah sengketa tanah.

Menjelang aksi kekerasan yang meningkat tahun ini, ada 1,4 juta orang yang terlantar akibat konflik itu ditampung di kamp-kamp di Darfur.

(H-RN)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013