Kami memangkas ketergantungan kami pada fosil
Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) telah menyelesaikan 28 pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) baru, program dedieselisasi dengan pembangunan jaringan transmisi dan jaringan distribusi hingga pengembangan hidrogen hijau pada tahun 2023 sebagai langkah mengakselerasi pengembangan EBT di Indonesia.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, PLN berkomitmen penuh mendukung pemerintah melakukan transisi energi sebagai langkah strategis mengurangi dampak perubahan iklim.

“Kami memangkas ketergantungan kami pada fosil. Tentu saja, kami menghadapi beberapa tantangan dalam melakukan transisi energi. Namun di saat yang sama, kami juga punya banyak peluang melalui kolaborasi,” ujar Darmawan di Jakarta, Senin.

Darmawan menyebutkan salah satu upaya transisi energi yang paling fenomenal yakni diresmikannya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung Cirata dengan kapasitas 192 megawatt peak (MWp) pada 9 November 2023.

PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara tersebut merupakan wujud kolaborasi PLN dengan perusahaan energi asal Uni Emirat Arab (UEA), Masdar. Kolaborasi keduanya dilanjutkan dengan studi penambahan kapasitas PLTS Cirata dan mengembangkan proyek serupa di tempat potensial lainnya.

Selain PLTS terapung Cirata, sepanjang tahun 2023 PLN juga meresmikan 27 pembangkit EBT lainnya dengan total kapasitas sebesar 344 Megawatt (MW) yang akan berkontribusi positif pada upaya transisi energi.

Adapun 27 pembangkit EBT tersebut terdiri dari 15 unit Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM), 1 unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), 1 Unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 6 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), 2 unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 1 unit Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), dan 1 unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

“Kami terus menggali potensi sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, hal ini menjadi kekuatan kita untuk bisa beralih dari energi berbasis fosil ke sumber energi domestik, langkah ini sekaligus untuk memperkuat ketahanan energi,” terang Darmawan.

Tak sampai di situ, PLN juga memperkuat infrastruktur transmisi dan jaringan distribusi ke pulau-pulau di Indonesia yang selama ini masih bergantung pada diesel.

Sebelumnya pada September 2023 PLN berhasil mengoperasikan jaringan listrik dan kabel sungai bertegangan 20 kiloVolt (kV) di Kecamatan Pelangiran dan Kecamatan Teluk Belengkong di Provinsi Riau. PLN juga mengoperasikan saluran kabel laut tegangan menengah 20 kV interkoneksi Batam–Pulau Buluh pada Desember 2023.

Dengan dioperasikannya jaringan listrik ini, terang Darmawan, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang sebelumnya digunakan sebagai suplai utama ini dinonaktifkan dan warga dapat menikmati listrik 24 jam.

“Selain mempercepat transisi energi, upaya pembangunan kabel bawah laut ini menjadi upaya PLN memberikan akses listrik yang merata bagi seluruh masyarakat. PLN terus mengakselerasi pembangunan infrastruktur listrik ke seluruh desa, termasuk Kawasan 3T di Indonesia agar dapat menikmati listrik selama 24 jam,” ujar Darmawan.

Dalam upaya mendukung pengembangan alternatif energi hijau lainnya, menurut Darmawan, PLN menjadi pionir pengembangan rantai pasok hidrogen hijau sebagai alternatif bahan bakar kendaraan di Indonesia. PLN pun telah meresmikan 21 unit Green Hydrogen Plant (GHP) pada 20 November 2023 yang mampu memproduksi sampai dengan 199 ton hidrogen per tahun.

“Lewat GHP ini, kami membangun bagaimana transisi sektor transportasi ke low carbon (karbon rendah) berjalan dengan baik. Tentu saja kalau kita berbicara transportasi, terdapat dua opsi. Pertama mobil listrik berbasis pada baterai yang sudah kami bangun ekosistemnya. Kedua kendaraan berbasis pada hidrogen,” tutur Darmawan.

Ke depannya PLN akan menjalankan skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED) yang akan menambah kapasitas pembangkit EBT sebesar 75 persen dan pembangkit berbasis gas sebesar 25 persen hingga 2040 agar bisa mencapai target netral karbon di tahun 2060 atau lebih cepat.

Skema ARED ini juga dipaparkan pada forum global United Nations Climate Change Conference (COP28) di Dubai, UEA yang diselenggarakan pada 30 November – 13 Desember 2023. Hal ini dilakukan untuk menjalin kolaborasi internasional. Kolaborasi ini penting, mengingat transisi energi di tanah air masih menghadapi banyak tantangan.

“Kami tidak bisa menjalankan semuanya dalam suasana kesendirian. Satu-satunya cara untuk terus maju adalah melalui kolaborasi. Kita berbicara tentang kolaborasi dari sisi kebijakan, inovasi teknologi, investasi sehingga seluruh dunia bersama menuju satu tujuan, menyelamatkan bumi,” ucap Darmawan.

Baca juga: PLN: Penggunaan sertifikat energi terbarukan meningkat 75 persen
Baca juga: PLN terus tingkatkan penggunaan energi terbarukan di Suluttenggo

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024