Kairo (ANTARA News) - Duta Besar Republik Indonesia untuk Suriah, Sukarni Fikar, mengatakan 56 Warga Negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Libanon ke Suriah saat ini belum darurat untuk dipulangkan ke Tanah Air. "Sejauh ini situasi di Suriah aman-aman saja. Oleh karena itu, WNI yang dievakuasi dari Beirut ke Damaskus lebih memilih bertahan daripada pulang ke Indonesia," kata Dubes Sukarni dalam wawancara dengan ANTARA News Kairo, Senin. Lagi pula, menurut Dubes, umumnya WNI yang dievakuasi dari Lebanon itu merupakan keluarga staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beirut, sehingga mereka menunggu keadaan aman untuk kembali lagi ke Libanon. Dubes RI untuk Libanon, Abdullah Syarwani, yang juga turut dievakuasi dari Beirut ke Suriah, saat ini masih bertahan di Damaskus. Dubes Sukarni menjelaskan sebanyak 56 WNI telah dievakuasi dari Beirut ke Damaskus lewat jalan darat, sejak Israel melakukan agresi militer ke Libanon tiga pekan silam. Dari 56 WNI yang dievakuasi itu hanya terdapat 10 orang yang berstatus sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW), selebihnya adalah keluarga staf KBRI Beirut. Lima orang TKW di antaranya telah kembali ke Tanah Air. Kepala Bidang Penerangan KBRI, Damaskus Pranowo, secara terpisah mengungkapkan sebelumnya sempat dibicarakan kemungkinan pengiriman pesawat Hercules milik TNI untuk operasi evakuasi WNI dari Libanon. "Kita memang melakukan kontak intensif dengan berbagai pihak terkait mengenai upaya evakuasi WNI. Atase Pertahanan KBRI di Riyadh, Arab Saudi, Jamaluddin Mubarok, sempat menawarkan pengiriman pesawat Hercules bila dibutuhkan," kata Pranowo. Namun, pengiriman Hercules belum mendesak dilakukan mengingat umumnya WNI yang dievakuasi dari Lebanon itu memilih bertahan di Damaskus. Mengenai kesiapan KBRI Damaskus seandainya Israel melakukan serangan militer ke Suriah mengingat saat ini kedua negara (Suriah-Israel) juga bersitegang, Dubes Sukarni mengemukakan pihaknya telah melakukan kesiapan ke arah itu. Hanya saja, katanya, saat ini situasi dan kondisi di Suriah masih aman-aman saja dan kehidupan masyarakat setempat berjalan seperti biasanya. "Bahkan semua warga negara asing (WNA) di Susiah ini tampak masih santai-santai saja sebagaimana warga setempat yang melakukan kegiatan sehari-harinya secara normal," ujar Dubes Sukarni. TKW ilegal Kepala Bidang Penerangan KBRI Damaskus, Pranowo, mengemukakan pihaknya saat ini tengah melakukan pendataan terhadap TKW ilegal di negeri tenggara Laut Mediterania itu, yang diperkirakan berjumlah lebih dari 50.000 orang. "KBRI sedang aktif melakukan pendataan terhadap lebih dari 50.000 TKW ilegal, dan baru berhasil mendata sekitar 4.000 orang," katanya. Ia juga mengatakan tim pelacak KBRI mengalami kesulitan mendata puluhan ribu TKW tersebut karena mereka bekerja secara gelap. Menurut dia, para TKW itu datang ke Suriah lewat agen-agen penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, dengan menggunakan visa turis. Namun, setiba di Suriah, mereka menyalahgunakan visa atau izin tinggal dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangga secara ilegal. Para TKW itu tergolong pekerja gelap karena Pemerintah Suriah melarang pekerja asing non-formal, yang tampak di lembaran visa di paspor mereka oleh pihak imigrasi setempat ditulis "work is not permitted" (tidak diperbolehkan bekerja, red). Menurut Pranowo, semua TKW gelap itu tidak melapor diri ke KBRI setiba di Suriah, karena begitu mereka tiba, langsung disalurkan ke majikan tujuan. "Biasanya para TKW itu melapor atau melarikan diri ke KBRI bila mengalami masalah dengan majikannya," katanya. Selain TKW, WNI yang bermukim di Suriah saat ini terdiri atas sekitar 200 anggota keluarga staf KBRI, termasuk guru-guru dan murid-murid Sekolah Indonesia Damaskus, serta sekitar 150 orang mahasiswa. (*)

Copyright © ANTARA 2006