Kediri (ANTARA) - Sesuai dengan keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022, KPU RI telah menetapkan bahwa Rabu, 14 Februari 2024, merupakan hari dan tanggal untuk pemungutan suara Pemilu Serentak 2024. Kemudian, pada tanggal 14 Juni 2022, KPU juga telah meresmikan tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 putaran kedua yang telah dituangkan dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022.

Menyongsong Pemilu 2024 yang sudah dalam hitungan hari, tingkat partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Semua pemilih berhak untuk mendapatkan informasi tentang calon yang akan mereka pilih. Tak terkecuali adalah para penyandang disabilitas.

Adalah Roehan, pemilik Yayasan Sanggar Kesehatan Jiwa Baitul Latifa, Dusun/Desa Susuh Bango, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang menyambut momen pemilu tak ubahnya seperti ajang pemilihan kepala desa. Ia harus memperhatikan anak asuhnya, apakah terdaftar sebagai pemilih atau tidak.

Bagi Roehan, yang utama adalah memastikan anak asuhnya bisa diajak komunikasi. Hal itu penting sebagai dasar, penentu apakah nantinya ia bisa menentukan pilihan. Jika kondisi kejiwaan anak asuhnya stabil, ia bisa mengajak dialog, apakah mau menggunakan hak pilih di rumah atau pindah lokasi tempat memilih.

Dari 55 anak asuh yang ada di yayasan itu, 28 di antaranya sudah diizinkan ada di luar ruang isolasi. Hal itu menandakan mereka kondisinya sudah stabil, sudah bisa diajak komunikasi.

Selain itu, Roehan juga harus memastikan anak asuhnya punya KTP. Jika tidak, bagaimana mereka terdata sebagai pemilih.

Selama ini Roehan lebih banyak mengandalkan komunikasi dengan perangkat desa ataupun keluarga dari para asuhannya itu.

Pengalaman Pemilu 2019, keluarga juga memberi tahu jika kerabatnya terdaftar sebagai pemilih, namun mereka enggan menjemput saat hari pencoblosan. Alhasil, ia menyiapkan relawan mengantarkan mereka pulang ke rumah untuk memilih.

Di Pemilu 2024, ia pun berkomunikasi dengan perangkat desa dan keluarga, memastikan mereka terdaftar sebagai pemilih di desanya. Dengan itu, ia punya ancang-ancang, apakah nanti pindah tempat pilih atau mengantar anak asuh pulang ke desanya guna memilih.

Menurut Roehan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Susuh Bango sudah datang ke yayasan miliknya untuk mendata warga penghuni, sekaligus memastikan asal daerah mereka. Dari 55 penghuni yayasan yang ada saat ini, satu di antaranya adalah warga Desa Susuh Bango. Jo, namanya.

Sebagai warga yang tinggal di NKRI, menurut Roehan, sudah selayaknya hak mereka tetap diperhatikan, kendati sedang menjalani perawatan di sanggar kesehatan jiwa.

Ia tak ingin abai dengan hak-hak mereka. Mereka pun bebas menonton televisi. Banyak menyimak berita-berita soal pemilu, termasuk nama-nama calon presiden.

Momen itu pun kadang dimanfaatkan anak asuhnya sekadar mencari hiburan, namun tak sedikit juga yang masa bodoh dengan tontonan di televisi. Mereka lebih suka diajak mencari rumput, membersihkan halaman. Itu pun dengan pengawasan pengelola yayasan. Namun, saat cuaca hujan, mereka lebih suka tidur. Satu dua orang masih menonton televisi, tapi mereka pun tak paham isi yang ditonton.

Kadang, satu sama lain juga lebih suka menyibukkan diri dengan mengobrol sesama rekannya, merawat burung, atau kucing yang ada di yayasan. Bagi mereka, hal itu adalah hiburan.

Roehan menyebut, tidak mudah menyampaikan informasi kepada anak asuhnya mengenai siapa yang maju dalam pemilu. Untuk calon presiden, beberapa di antara mereka mengerti nama-nama yang maju dalam Pemilu 2024, namun untuk calon legislatif, mayoritas tak paham karena banyaknya nama.

Pernah juga, ada calon legislatif yang datang ke yayasan. Itu pun silaturahmi tanpa menyebutkan yang bersangkutan ingin maju sebagai calon legislatif.

Kemungkinan tindakan dari caleg itu karena sudah tahu bahwa Roehan dan yayasan harus netral, tidak mendukung salah satu pihak.

Momen pemilu, anak asuhnya juga butuh informasi bagaimana menggunakan hak pilih, bagaimana nanti saat mencoblos, alurnya seperti apa, calonnya siapa saja.
Pemahaman ini harus betul-betul disampaikan kepada penghuni yayasan, sehingga pada hari H pemilu, mereka bisa mencoblos.

Sosialisasi itu bisa disampaikan kepada mereka yang bisa berkomunikasi, sehingga tahu ketika nantinya mereka memilih mencoblos calon nomor berapa.

Salah seorang penghuni yayasan, Nu (35) mengaku dirinya sering melihat berita di siaran televisi. Ia pun tak asing dengan nama-nama calon presiden dan calon wakil presiden.

Dengan jelas, ia mengatakan nama-nama tiga pasangan itu, yakni pasangan pertama Anies-Muhaimin, pasangan kedua Prabowo-Gibran, pasangan ketiga Ganjar-Mahfud. Ia memang tak begitu paham latar belakang partai yang mendukung.

Lain halnya dengan calon legislatif. Ia tak banyak tahu tentang mereka. Itu karena saking banyaknya calon yang maju.

Pengalaman Pemilu 2024 ini baginya memang beda. Saat Pemilu 2019, ia memberikan hak suara bersama suami dan keluarga. Ia masih dinyatakan sehat secara mental, saat itu.

Namun di Pemilu 2024, ia kini tinggal di yayasan ini. Ia pun pasrah dengan perangkat desa yang selama ini mengurusnya serta kepala yayasan. KTP pun saat ini dibawa perangkat desa. Jika ia bisa memilih, ia lebih memilih memberikan hak suara di TPS dekat yayasan yang ditinggalinya saat ini.

Perangkat desa yang mengurusnya, juga sering mengunjungi yayasan, namun belum ada pembicaraan soal pindah tempat memilih. Ia tahu namanya sudah terdata sebagai pemilih dalam Pemilu 2024 oleh perangkat desa.

Begitu juga dengan Wa (45), yang pernah tinggal di yayasan ini. Ia juga terdata sebagai pemilih. Dirinya tahu sebelum dibawa ke yayasan ini.

Beruntungnya, sebelum pemberian hak suara, Wa diizinkan pulang ke rumahnya Desa Gabru, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, setelah dinyatakan sehat oleh yayasan. Jadinya, ia bisa mencoblos di TPS dekat rumah.

Lain halnya dengan Jo (25), warga Desa Susuh Bango, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri. Kendati sudah usia 25 tahun, ia kini tak memiliki KTP. Kartu identitas miliknya itu hilang.

Saat ini, perangkat desa sudah membantu untuk pengurusan KTP. Ia pun ikut jika harus mencoblos surat suara nantinya. Kendati tak paham siapa saja calon yang maju dalam Pemilu 2024, ia tampak bersemangat untuk memberikan hak suara.


Pemilih disabilitas mental

Data di KPU Kabupaten Kediri menunjukkan jumlah warga yang mengalami disabilitas mental di 26 kecamatan wilayah kabupaten itu sebanyak 2.794 orang, dengan rincian 1.688 orang pemilih laki-laki dan 1.106 pemilih perempuan.

KPU membuka pintu hak demokrasi bagi penyandang disabilitas mental. Para penyandang disabilitas mental pun saat memberikan hak suara tidak akan ditanya soal surat dokter, jika sudah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Bagi penyandang disabilitas mental yang sedang sakit atau masih dalam proses pengobatan pun bisa mengurus pindah pilih sampai H-7 Pemilu 2024.

Warga disabilitas mental dari Kabupaten Kediri yang datanya sudah masuk dalam DPT tentunya bisa memberikan hak suara. Mereka bisa mengurus pindah pilih dengan bantuan keluarga. Dari keluarga juga bisa membantu memastikan data mereka sudah masuk DPT.

Saat memberikan hak suara pun, KPPS juga dibekali data-data DPT warga yang mengalami disabilitas lengkap dengan keterangannya, termasuk disabilitas mental. KPPS nantinya mencatat setiap warga yang disabilitas memberikan hak suaranya dan melaporkan ke KPU saat proses rekapitulasi.

Karena itu, pemilih disabilitas mental tidak perlu khawatir akan kesulitan memberikan hak suaranya dalam Pemilu 2024. Sebab dari petugas di tingkat desa sampai kecamatan sudah mempersiapkan segala sesuatu, terutama bagi pemilih disabilitas mental yang berada di panti rehabilitasi bisa mengajukan pindah pilih.

Untuk disabilitas mental, KPU Kabupaten Kediri tidak akan mendirikan TPS di lokasi mereka dirawat, namun mereka yang dirawat boleh menggunakan hak pilihnya di TPS sekitar dengan syarat masuk dalam DPT.

Jika dalam praktiknya, penyandang disabilitas mengalami kendala, petugas juga siap untuk antar-jemput.

KPU Kabupaten Kediri juga sudah melakukan sosialisasi terkait dengan bimbingan teknis Pemilu 2024 ke PPS dan PPK seluruh kecamatan. Sosialisasi digelar pada 12-17 Desember 2023, membahas berbagai hal terkait dengan pemilu, termasuk untuk memfasilitasi pemilih disabilitas. Misalnya, soal pembuatan TPS yang harus ramah pada disabilitas.

Lokasi TPS harus bisa dengan mudah diakses penyandang disabilitas, termasuk harus mendata partisipasi mereka. 

Untuk Pemilu 2024 ini seluruh yang disabilitas harus diperhatikan oleh KPPS dan didata jika sudah memberikan hak suara. KPPS mendapatkan data khusus dengan kondisi masing-masing disabilitas, apakah tuna netra, disabilitas mental, dan disabilitas lainnya, sedangkan yang dipasang di papan diberi kode tersendiri, sehingga turut serta menjaga mereka yang disabilitas, termasuk mental.

KPU Jatim mencatat segmen disabilitas memang sangat diperhatikan. Mereka mempunyai hak yang sama, untuk paham tentang berbagai hal yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan baik.

Selain itu, mereka memiliki keterbatasan aktivitas yang secara tidak langsung berdampak pada kesadaran politik. Mereka juga rentan dimobilisasi dan dijadikan komoditas dalam berbagai peristiwa politik.

Padahal, dukungan keluarga terhadap keterlibatan disabilitas dalam pemilu, serta keterlibatan mereka dalam pemilu juga memotivasi pemilih lainnya.

Dari hasil evaluasi KPU Jatim, keseluruhan dari pemilih disabilitas, untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (PPWP) 2019, dari jumlah DPT 47.426, yang menggunakan hak suaranya hanya 18.559 orang pemilih atau 39 persen, sedangkan untuk memilih DPR dari jumlah DPT 50.360 orang, tingkat partisipasi pemilh disabilitas pada Pemilu 2019 adalah 18.204 orang pemilih atau 36 persen.

Untuk DPD, dari jumlah DPT 49.948 orang, partisipasi pemilih disabilitas adalah 18.071 orang, sedangkan untuk DPRD provinsi, dari jumlah pemilih 50.242 orang, tingkat partisipasi pemilih disabilitas secara keseluruhan di Jatim adalah 18.434 orang atau 37 persen.


Perlu surat kesehatan

Relawan kesehatan yang juga seorang dokter, dr Wahyu Juliadi menilai perlu kiranya pasien disabilitas mental membawa surat keterangan sehat saat memberikan hak suara. Kondisi kesehatan mereka yang mengalami disabilitas mental, sebab secara logika mereka tidak jalan, analisa tidak jalan dan fungsi luhur terganggu.

Surat keterangan dokter dari spesialis jiwa dinilai bisa menentukan apakah mereka mampu atau tidak mampu. Jika dianggap bisa menggunakan hak suara, pastinya seseorang ini mampu menganalisa, berlogika, punya harapan macam-macam dan fungsi luhur berjalan baik.

Surat keterangan sehat dari dokter spesialis jiwa itu sekaligus menghindari sesuatu yang tidak baik, misalnya saat tiba-tiba sakit mereka kambuh ketika memberikan hak suara, yang mencobloskan justru orang lain.

Harus ada kolaborasi antara bawaslu, dinas kesehatan dan dari institusi kesehatan jiwa. Pun demikian, juga harus ada sikap proaktif dari keluarga dan yayasan untuk sama-sama mencari jalan.

Sementara itu, Kepala Desa Susuhbango Siswanto mengungkapkan pihak desa memfasilitasi bagi penyandang disabilitas mental yang membutuhkan pindah pilih jika tercatat di DPT KPU Kabupaten Kediri, bagi yang punya KTP Kabupaten Kediri, ataupun DPT daerah lainnya, sesuai dengan KTP yang bersangkutan.

Warga yang mengajukan pindah pilih tetap mengikuti mekanisme yang ada. Keluarga bisa membantu menguruskan dengan mengajukan ke panitia pemungutan suara (PPS), panitia pemilihan kecamatan (PPK), atau KPU kabupaten/kota untuk mengajukan pindah memilih atau pindah TPS.

Keluarga juga bisa melengkapi data berupa keterangan domisili saat ini serta bukti dukung pindah memilih, misalnya dengan surat keterangan dari yayasan, sehingga tidak dapat menggunakan hak suara di tempat asal.

KPU nantinya akan membantu dengan memasukkan nama pemilih yang mengajukan pindah pilih itu masuk dalam daftar pemilih tambahan (DPTb).

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024