Phnom Penh (ANTARA) - Perdagangan Kamboja-China terus meningkat pada 2023 meski ada perlambatan permintaan global, kata 
seorang pejabat dan sejumlah pakar perdagangan pada Rabu (10/1).

​​​​​​Menurut mereka, peningkatan itu terjadi berkat perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Perjanjian Perdagangan Bebas Kamboja-China (CCFTA).

Sekretaris Negeri dan Juru Bicara Kementerian Perdagangan Kamboja Penn Sovicheat mengatakan bahwa RCEP dan CCFTA, yang mulai berlaku pada 2022, telah memberikan momentum yang kuat bagi pertumbuhan tersebut.

"Di bawah kedua perjanjian itu, produk-produk kami, terutama produk pertanian berkualitas tinggi seperti beras giling, pisang kuning, mangga, lengkeng, singkong, dan lada, telah diekspor ke China dengan tarif preferensial," ujarnya kepada Xinhua.

"Kedua pakta perdagangan itu menjadi katalisator bagi pertumbuhan perdagangan jangka panjang Kamboja serta magnet untuk menarik lebih banyak investasi asing langsung ke negara kami," imbuhnya.
 
    Para pekerja mengupas mangga matang di Zhong Bao (Cambodia) Food Science & Technology Co., Ltd. di provinsi Kampong Speu, Kamboja pada 7 Maret 2023. (Xinhua/Van Pov)


Sovicheat juga mengaitkan pertumbuhan tersebut dengan hubungan yang sangat baik dan kerja sama erat antara kedua negara serta berbagai acara promosi perdagangan seperti pameran dan forum bisnis.

Kin Phea, Direktur Jenderal Institut Hubungan Internasional Kamboja, wadah pemikir yang berada di bawah naungan Akademi Kerajaan Kamboja, mengatakan bahwa pertumbuhan perdagangan tersebut menunjukkan hubungan ekonomi yang kuat antara Kamboja dan China di tengah lesunya permintaan global.

"Pertumbuhan di tengah berbagai kesulitan global benar-benar mencerminkan resiliensi hubungan dagang antara kedua negara," tuturnya kepada Xinhua.

"Volume perdagangan yang terus meningkat ini telah memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua negara dan masyarakat, menyuntikkan lebih banyak dorongan untuk membangun komunitas Kamboja-China dengan masa depan bersama di era baru," imbuhnya.

Ekonom senior Ky Sereyvath, Direktur Jenderal Institut Studi China di Akademi Kerajaan Kamboja, mengatakan bahwa hubungan Kamboja-China meningkat menjadi kemitraan kerja sama strategis komprehensif pada 2010 dan kemudian berkembang menjadi persahabatan yang erat dan kerja sama "Diamond Hexagon".

Dirinya mengatakan bahwa bantuan dan investasi China memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan sosial-ekonomi Kamboja dan menciptakan ratusan ribu lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

"Banyak proyek megainvestasi China di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (BRI), seperti jalan bebas hambatan, fasilitas logistik, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik tenaga air, dan zona ekonomi khusus, menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi Kamboja dalam mendorong pertukaran perdagangan dengan China dan seluruh dunia," ujarnya kepada Xinhua.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024