Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluhkan masih kurangnya langkah nyata yang dilakukan oleh dunia internasional dalam melaksanakan kesepakatan-kesepakatan kerjasama di bidang keamanan dan hukum. "Kita terlalu banyak menghabiskan energi untuk membuat kesepakatan tapi tidak melihatnya diterapkan secara efektif. Karenanya, pertukaran informasi, kerjasama intelijen, kerjasama kepolisian, dan kerjasama di antara badan penegak hukum internasional sangat penting," kata Presiden di Istana Negara, Jakarta, Senin, saat membuka Konferensi Jaksa Agung ASEAN-Cina ke-tiga. Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Jaksa Agung RI Abdul Rachman Saleh, JIa Chunwang dan Cao Hua dari Cina; Dato Seri Paduka Haji Kifrwi Bin Dato Paduka Hj. Kifli dan Haji Nabil Darina Bin Pehin dato Haji Badarudin dari Brunei Darussalam; Uk Vithun dan sok Kalyan (Kamboja); Tan Sri Abdul Gani Patail dan Azailiza Mohd Ahad (Malaysia); Jovencito R. Zuno and Hilda Ibuyan (Filipina); Chao Hick Tin dan Lawrence Ang Boon Kong (Singapura); Bounepone Sangsomsak dan Kampet Somvolachith (Laos); U Myint Naing dan Ah Lone Maung (Myanmar); Chaikasem Nitisiri dan Virapon Panabut (Thailand); Kuat Van Nga dan Le Tien (Vietnam); Ian Greenville Cross dan Raymong Wong Hung-Chiu serta Ho-Chio Meng dan Paula Christina Pereira Carion dari Makau. Pembukaan itu juga dihadiri oleh Menko Polhukkam Widodo AS, Menlu Hassan Wirajuda, Menhuk dan HAM Hamid Awaluddin, Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dan Kapolri Jenderal Sutanto. Presiden Yudhoyono mengingatkan, tantangan yang dihadapi para jaksa agung di Cina dan negara-negara ASEAN adalah meningkatkan kerjasama internasional yang efektif dalam memerangi teroris. Tantangan yang sangat besar, ujar Yudhoyono, juga ada di depan mata, yaitu bagaimana membangun di antara negara-negara dengan budaya dan agama yang berbeda-beda. Ia mengingatkan, bagaimanapun kuat, efisien dan begitu majunya suatu negara, tidak ada satupun yang bisa memerangi secara sendirian kejahatan trans-nasional, yaitu korupsi, perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, dan terorisme. Menurut Kepala Negara, ada dua strategi yang perlu dijalankan dalam memberantas terorisme, yang disebutnya sebagai salah satu ancaman keamanan utama. Strategi yang dimaksudnya adalah, setiap negara harus terus meningkatkan kemampuan badan penegak hukum dan intelijen dan terus waspada dalam memerangi terorisme dan membasmi jaringan dan kelompok-kelompok teroris. "Tapi jangan lupa, kita tidak bisa menggunakan kekuatan kita secara `excessive`, jangan sampai menimbulkan rasa tidak aman pada masyarakat. Itu adalah tantangan bagi aparat keamanan kita," kata Yudhoyono. Strategi kedua yang disebutnya adalah, negara harus meningkatkan langkah-langkah pencegahan terjadinya aksi terorisme. "Kita harus secara aktif mencari akar dan kondisi permasalahan yang punya potensi mengarah kepada terorisme," kata Presiden. Kemiskinan, ketidakadilan, pembelajaran dan pemahaman yang salah dalam pengajaran suatu agama disebut Yudhoyono sebagai contoh-contoh faktor yang bisa menyulut meluasnya radikalisme di kalangan masyarakat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006