Surabaya (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kepolisian Daerah Jawa Timur Kombes Pol. Totok Suharyanto menyebut motif kasus penembakan seorang tokoh masyarakat yang juga relawan Prabowo-Gibran di Kabupaten Sampang bernama Muarah karena dendam.

Totok Suharyanto di Surabaya, Kamis mengatakan dalam kasus tersebut Polda Jatim menetapkan tiga warga Sampang berinisial MW, S dan H, serta dua orang dari Kabupaten Pasuruan berinisial AR dan AH sebagai tersangka.

"Untuk motif penembakan tidak ada kaitannya dengan politik, tetapi murni bahwa tersangka MW dendam terkait dengan peristiwa tahun 2019, di mana anak buahnya waktu itu menjadi korban penembakan yang dilakukan korban (Muarah)," ungkap Totok.

Tersangka MW adalah oknum kepala desa dan juga merupakan otak dalam kasus tersebut. Selain itu, tersangka MW juga yang menyiapkan fasilitas seperti senjata api, dua sepeda motor, hingga uang sebesar Rp50 juta untuk eksekutor.

Baca juga: Polda Jatim buru tersangka lain kasus penembakan di Sampang

Baca juga: Polda Jatim tetapkan dua tersangka baru kasus penembakan di Sampang


Sementara itu Kabid Labfor Polda Jatim Kombes Pol. Sodiq Pratomo menjelaskan pada saat peristiwa terjadi, timnya tidak menemukan proyektil atau selongsong di TKP dan hanya mendapatkan baju korban.

"Setelah korban diambil pelurunya, ternyata pelurunya ada dua yakni jenis revolver kaliber 38. Kemudian setelah tersangka tertangkap diamankan dua senjata api dengan merek SNW dan merek colt caliber 9 mm," ujarnya.

Setelah diperiksa pistol tersebut bisa digunakan dengan baik dan ada jejak residu yang artinya pernah digunakan ditemukan juga dua selongsong yang telah ditembakkan.

Baca juga: Polda Jatim tetapkan tiga orang tersangka penembakan di Sampang

"Setelah dilakukan pemeriksaan secara uji labfor, kedua selongsong dan proyektil identik dengan senjata yang revolver," ucapnya.

Akibat perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 353 Ayat 2 Subs 351 ayat 2 KUHP Jo 55, 56 KUHP atau Pasal 1 ayat 1 UU Darurat No.12 tahun 1951, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024