Yerusalem (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu menyerukan agar lebih banyak bantuan masuk ke Gaza dan menuduh Israel menghalangi beberapa misi bantuan masuk ke wilayah kantong Palestina itu.

Berbagai hambatan yang diberlakukan Israel menghalangi tim bantuan PBB untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan di Gaza, yang secara efektif memutus akses lima rumah sakit di wilayah utara terhadap "persediaan dan peralatan medis yang menyelamatkan nyawa," kata Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) dalam sebuah pernyataan.

"Permintaan telah ditolak lima kali sejak 26 Desember untuk menjangkau Central Drug Store di Gaza City dan Rumah Sakit Al-Awda di Jabalia, yang berada lebih jauh di wilayah utara," ungkap OCHA.
 
      Seorang anak laki-laki memasak di dekat puing-puing di Kota Gaza, 7 Januari 2024. (Xinhua/Mohammed Ali)

Meskipun Israel berjanji untuk mengurangi intensitas serangan, serangan Israel telah meningkat pada hari Rabu. Menurut Angkatan Pertahanan Israel (IDF), sekitar 150 lokasi diserang dalam sehari terakhir.

Di Khan Younis, para tentara menemukan terowongan bawah tanah di mana Hamas menahan sandera dalam "kondisi yang tidak manusiawi," kata juru bicara IDF, Daniel Hagari, dalam konferensi pers.

Menentang seruan internasional untuk gencatan senjata, Kepala Staf IDF Herzi Halevi, saat mengunjungi kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah, mengatakan bahwa pihak militer "harus melanjutkan upayanya dan menghancurkan infrastruktur teroris Hamas."

Menteri Kabinet Masa Perang Benny Gantz mengungkapkan dalam sebuah pernyataan publik bahwa Hamas telah kehilangan kendali atas "sebagian besar wilayah kantong tersebut," seraya menambahkan bahwa Israel perlu melanjutkan pertempuran.

"Jika kita berhenti sekarang, Hamas akan kembali memegang kendali," tuturnya.

Saat malam tiba, Kabinet Masa Perang berkumpul untuk membahas usulan baru Qatar guna mencapai kesepakatan dengan Hamas, menurut seorang pejabat pemerintah kepada Xinhua.

Usulan tersebut mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza, kepergian para pemimpin Hamas dari daerah kantong Palestina itu, serta pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas dan militan lainnya di Gaza.
 
   Anak-anak terlihat di depan bangunan yang hancur di Kota Gaza, pada 10 Januari 2024. (Xinhua/Mohammed Ali)


Osama Hamdan, seorang pejabat senior Hamas, menyatakan dalam konferensi pers di Beirut bahwa kelompok itu tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang tidak mencakup gencatan senjata penuh.

Menurut angka yang dirilis oleh kantor PM Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu, lebih dari 14.000 roket ditembakkan ke negara itu sejak Hamas melancarkan serangan mendadak pada 7 Oktober.

Sekitar 1.200 orang, termasuk 790 warga sipil, tewas dalam serangan awal ketika ratusan pejuang Hamas dan warga Gaza menyerbu wilayah selatan Israel. Sedikitnya 12.326 warga Israel terluka, termasuk 3.900 anak di bawah umur, menurut otoritas Israel.
 
Foto yang diambil pada 8 Januari 2024 menunjukkan sebuah mobil hancur di kota Beit Lahia di Jalur Gaza utara. (Xinhua/Abboud)


Hamas menyandera 253 orang. Sebanyak 132 orang masih ditahan di Gaza, termasuk 19 wanita, lima anak-anak, 10 warga lanjut usia (lansia), delapan warga Thailand, satu warga Nepal, satu warga Tanzania, dan satu warga Prancis/Meksiko.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa jumlah warga Palestina yang tewas akibat agresi Israel telah bertambah menjadi 23.357 orang dan sekitar 1,9 juta dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi karena seluruh kawasan permukiman rata dengan tanah akibat pengeboman Israel.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024